Senin, 07 Januari 2013

0 Proposal

Date: Senin, 07 Januari 2013 06.46
Category:
Author: Unknown
Share:
Responds: 0 Comment


ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN
KEUANGAN PROVINSI SULAWESI SELATAN
BAB I
PENDAHULUAN
 
1.1  Latar Belakang
Sesuai  dengan  undang – undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah, pemerintah daerah diberi kewenangan yang  luas  dalam  menyelenggarakan semua urusan pemerintah mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi kecuali kewenangan bidan politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter, fiskal, agama dan kewenangan lain yang ditetapkan peraturan pemerintah. Pemberian hak otonomi daerah kepada pemerintah daerah untuk menentukan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) sendiri sesuai dengan kebutuhan dan potensi daerah. Anggaran pendapatan dan belanja daerah yang dituangkan dalam bentuk kebijaksanaan keuangan pemerintah daerah merupakan salah satu pemicu pertumbuhan perekonomian suatu daerah.
Pemberian   otonomi yang luas   dan desentralisasi membuka jalan bagi pemerintah untuk melakukan pengelolaan keuangan daerah yang berorientasi pada kepentingan publik. Pasal 4 Peraturan pemerintah nomor 105 tahun  2000 tentang pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah menegaskan bahwa pengelolaan keuangan daerah harus dilakukan secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, efisien, efektif, transparan dan bertanggung  jawab dengan memperhatikan asas keadilan dan kepatuhan. Kemampuan daerah dalam mengelola keuangan dituangkan dalam APBD yang langsung maupun tidak langsung mencerminkan kemampuan pemerintah  daerah dalam membiayai pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan, pembangunan dan pelayanan sosial masyarakat.  Evaluasi terhadap pengelolaan keuangan daerah dan pembiayaan keuangan daerah akan sangat menentukan nkedudukan suatu pemerintah daerah dalam rangka melaksanakan otonomi daerah.
Pengukuran kinerja sangat penting untuk menilai akuntabilitas pemerintah daerah dalam melakukan pengelolaan keuangan daerah. Akuntabilitas bukan sekedar kemampuan  menunjukan bagaimana uang  publik dibelanjakan, akan tetapi meliputi kemampuan yang menunjukan bahwa uang publik tersebut telah dibelanjakan secara ekonomis, efisien, dan efektif.
Akuntansi keuangan daerah merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang mendapat perhatian besar dari berbagai pihak semenjak reformasi tahun 1998.  Hal tersebut disebabkan oleh adanya kebijakan baru dari pemerintah Republik Indonesia “mereformasi” berbagai hal, termasuk pengelolaan keuangan daerah.  Reformasi tersebut awalnya dilakukan dengan mengganti undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok Pemerintahan di Daerah dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah, dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 yang menggantikan Undang-undang nomor 32 Tahun 1956 mengenai keuangan Negara dan daerah.   
Dalam era otonomi daerah dan modernisasi, banyak tantangan yang dihadapi oleh suatu daerah.  Terlebih bagi Dinas Pendapatan Daerah, yang senantiasa dituntut untuk memaksimalkan kemampuanya dalam pengelolaan daerah.  Tantangan-tantangan akibat perkembangan yang dihadapi Dinas Pendapatan Daerah dari Pajak Daerah yaitu: meningkatkan jumlah obyek/subyek Pajak, meningkatnya target Pajak Daerah, meningkatnya kompleksitas administrasi perpajakan, meningkatnya pengawasan eksternal, meningkatnya penghindaran pajak yang mengakibatkan piutang pajak semakin meningkat.
Pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang – undang, yang tidak mendapatkan imbalan secara langsun dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar – besarnya kemakmuran rakyat. Dinas Pendapatan Daerah adalah merupakan salah satu dinas yang bertugas untuk meningkatkan penerimaan, baik ditingkat pusat maupun ditingkat daerah. Namun di sisi lain, pemerintah daerah juga sedang giat-giatnya berupaya untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) melalui pemungutan Pajak daerah dan retribusi daerah.
Dengan perubahan peraturan perundang-undangan pada Pajak Daerah di tahun 2000, maka ditentukan empat jenis pajak daerah yang bisa dipungut pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dalam hal ini Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan mengelolah beberapa jenis pajak, yaitu: Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, dan Pajak Air Permukaan.  Pajak kendaraan bermotor saat ini merupakan pajak yang memberikan hasil paling besar dibandingkan dengan jenis pajak daerah yang lainnya.
1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka dapat dikemukakan rumusan masalah penelitian ini yaitu:
“Bagaimana  kinerja  pengelolaan  keuangan Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Selatan berdasarkan analisis Rasio Keuangan pada Dinas Pendapatan Daerah (DISPENDA) Provinsi Sulawesi Selatan”.
1.3  Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah, sebagai berikut:
1.         Untuk mengetahui kinerja keuangan pada Dinas Pendapatan Daerah (Dipenda) Provinsi Sulawesi Selatan.
2.         Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan Pemerintah Daerah    Provinsi Sulawesi Selatan dalam membiayai sendiri semua kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat
 
1.4  Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1.         Sebagai bahan masukan bagi Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.
2.         Sebagai bahan informasi yang dapat memberikan gambaran bagi penelitian lain yang ada kaitannya dengan masalah yang akan dibahas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
 
2.1  Pengertian Akuntansi
Akuntansi adalah proses pencatatan, perhitungan, pengidentifikasian, mengukur dan melepaskan informasi ekonomi dalam suatu instansi / perusahaan sehingga dimungkinkan adanya penilaian dan keputusan yang jelas dan tegas bagi mereka yang menggunakan informasi tersebut. Penggunaan akuntansi yang efektif akan merupakan salah satu cara melakukan manajemen keuangan yang efektif.
Akuntansi merupakan bahasa dari bisnis. Setiap perusahaan menerapkannya sebagai alat komunikasi.  Istilah akuntansi yang dikenal oleh masyarakat umum adalah suatu proses pencatatan masuk dan keluarnya keuangan baik di perusahaan manufaktur atau perusahaan dagang (Ahmed Riahi 2006:50).
Dari definisi akuntansi diatas maka, dapat ditarik suatu kesimpulan: bahwa akuntansi merupakan suatu sistem yang menghasilkan informasi tentang kondisi suatu perusahaan.  Informasi akuntansi yang dihasilkan dalam bentuknya yang standar adalah berupa laporan keuangan.
Ruang lingkup akuntansi sebagaimana yang dijelaskan oleh definisi di atas tampak seperti terbatas.  Sebuah prospektif yang lebih luas dinyatakan dalam definisi yang menggambarkan akuntansi sebagai berikut:
Proses pengindetifikasian, pengukuran, dan pengkomunikasian Informasi ekonomi sehingga memungkinkan adanya pertimbangan dan pengambilan keputusan berdasarkan informasi oleh para Pengguna informasi tersebut (Ahmed Riahi 2006:50).
Dan baru-baru ini, Akuntansi telah didefinisikan berkaitan dengan konsep dari informasi kuantitatif.  Akuntansi adalah suatu aktivitas jasa.  Fungsinya adalah untuk memberikan informasi kuantitatif dari entitas ekonomi, terutama yang bersifat keuangan dan dimaksudkan untuk bermamfaat dalam pengambilan keputusan ekonomi dan dalam menentukan pilihan diantara serangkaian tindakan-tindakan alternatif yang ada.
2.2  Tujuan/ Manfaat Akuntansi
Tjuan utama akuntansi adalahmenyajikan informasi ekonomi dari suatu entitas kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Yang di maksud dengan entitas adalah badan usaha,instansi, perusahaan dan organisasi yang mempunyai kekayaan sendiri. Informasi ekonomi yang di hasilkan oleh akuntansi berguna bagi pihak-pihak di dalam organisasi itu sendiri (internal) maupun pihak-pihak di luar organisasi (eksternal). Pihak manajemen merupakan contoh pihak informasi dari kalangan internal. Informasi akuntansi ini oleh manajemen di manfaatkan untuk perencanaan, pengendalian dan evaluasi aktivitas usaha yang di laksanakan. Dari dari sisi pengguna informasi dari kalangan eksternal, terbagi menjadi dua yaitu :
1.        Pemakaian eksternal yang berkepentingan langsun terhadap informasi akuntansi, contoh investor dan kreditor.
2.        Pemakaian eksternal yang tidak berkepentingan langsun misalnya Analisis Ekonomi, Pegawai dan lembaga-lembaga pemerintahan. .Soemarso, S.R (2004)
2.3  Pengertian akuntansi keuangan Daerah
Menurut Abdul Halim (2007:42) “Akuntansi keuangan daerah adalah proses pengidentifikasian, pengukuran, pencatatan, dan pelaporan transaksi ekonomi dari entitas pemerintah daerah-pemda yang dijadikan sebagai informasi.”
Menurut Sugianto (1999:26) mengemukakan bahwa, “akuntansi keuangan daerah merupakan proses identifikasi dan pengukuran untuk memberikan informasi mengenai transaksi ekonomi dan keuangan pemerintah kepada pihak eksekuti, legislatif, dan masyarakat”.
Keuangan daerah menurut Mamesah (dalam buku Halim, 2004:18) adalah semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat  dijadikan  kekayaan daerah sepanjang belum dimiliki/ dikuasai  oleh negara atau daerah yang lebih tinggi serta  pihak-pihak lain sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Prinsip-prinsip pengelolaan keuangan daerah tersebut adalah:
1.    Transparansi,  adalah  keterbukaan dalam proses perencanaan, penyusunan dan pelaksanaananggaran daerah.
2.    Akuntabilitas,  adalah pertanggungjawaban publik yang  berarti bahwa proses penganggaran mulai dari perencanaan atau penyusunan dan pelaksanaan harus benar-benar dapat dilaporkan dan dipertangggungjawabkan kepada DPRD.
3.    Value for money, berarti diterapkan tiga prinsip dalam proses penganggaran yaitu ekonomi, efisiensi, dan efektifitas
a.         Ekonomi, pembelian barang dan jasa dengan kualitas tertentu pada harga terbaik.
b.        Efisiensi, suatu produk  atau hasil kerja tertentu dicapai dengan penggunaan sumber daya dan dana yang serendah rendahnya.
c.         Efektifitas, hubungan antar keluaran (hasil)  dengan tujuan atau sasaran yang hendak dicapai
2.4  Penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
1.    Tujuan Penyusunan Laporan Keuangan
Penyusunan laporan keuangan memiliki beberapa tujuan, yaitu:
a.    Akuntabilitas
Mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya serta pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepada unit organisasi pemerintah dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.  Pertanggungjawaban tersebut di sampaikan melalui laporan keuangan pemerintah secara periodik.
b.    Manajerial
Menyediakan informasi keuangan untuk perencanaan dan pengelolaan keuangan pemerintah serta mempermudah pengendalian yang efektif atas seluruh aset, hutang dan ekuitas dana.
c.    Transparansi
Menyediakan informasi keuangan yang terbuka bagi masyarakat dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik.
2.    Prinsip Penyusunan Laporan Keuangan
Penyusunan setiap laporan keuangan, tak terkecuali laporan keuangan daerah, harus sesuai dengan beberapa prinsip dasar yang tercermin dalam sifat serta ciri laporan keuangan tersebut. Prinsip-prinsip itu adalah:
a.    Entitas (Accounting Entity)
Fokus perhatian akuntansi adalah entitas atau lembaga tertentu yang akan di laporkan, bukan lembaga lainnya.
b.    Pengukuran (Measurement)
Akuntansi merupakan media pengukuran sumber-sumber ekonomi (Economic resources) dan kewajiban (liability). Akuntansi harus mengukur hasil transaksi dan ukuran yang dipakai adalah unit moneter.
c.    Periode Waktu (Time Period)
Laporan keuangan menyajikan informasi untuk suatu waktu atau periode tertentu. Laporan harus memiliki batas waktu yang jelas.
d.   Unit Moneter (Monetary Unit)
Pengukuran setiap transaksi dilakukan dalam bentuk nilai atau unit uang.
e.    Accrual
Penentuan pendapatan dan biaya dari posisi harta dan kewajiban ditetapkan berdasarkan kejadiannya, tanpa melihat apakah transaksi pembayaran atau penerimaan kas telah dilakukan atau belum.
f.     Harga Pertukaran (Exchange Price)
Nilai dalam laporan keuangan didasarkan pada harga pertukaran ketika terjadi transaksi.
g.    Penaksiran (Aproximation)
Dalam akuntansi, kita tak dapat menghindari masalah penaksiran, seperti taksiran umur, taksiran harga, pemilihan prinsip yang digunakan, dan sebagainya.
h.    Pertimbangan (Judgement)
Dalam menyusun laporan keuangan diperlukan berbagai pertimbangan berdasarkan keahlian, baik pertimbangan memilih alternatif prinsip maupun pemilihan cara penyajian laporan keuangan.
i.      Bertujuan Umum (General Purpose)
Informasi dalam laporan keuangan ditujukan untuk umum, bukan pengguna khusus.
j.      Laporan Terkait (Interrelated Statement)
Neraca, daftar laba/rugi, dan laporan sumber dan penggunaan kas mempunyai hubungan yang sangat erat dan saling terkait.
k.    Subtance Over Form
Akuntansi lebih menekankan kenyataan ekonomis suatu kejadian daripada bukti legal atau formalnya.
l.      Materialitas (Materiality)
Laporan keuangan hanya memuat informasi yang dianggap penting. Setiap pertimbangan dilakukan dengan tetap melihat signifikannya secara umum, Indikator materialitas terkait dengan dampaknya terhadap laporan keuangan.
2.5  Dasar Hukum
Penyusunan  laporan keuangan pemerintah daerah diatur oleh hukum. Dasar  hukum yang digunakan adalah:
a.    Undang-undang No. 2 Tahun 1999 tentang pemerintah daerah
b.    Undang-undang No.25 Tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah
c.    Undang-undang No.17 Tahun 2003 Tentang keuangan daerah
d.   Peraturan pemerintah No.104 Tahun 2000 tentang dana perimbangan
e.    Peraturan pemerintah No.105 Tahun 2000 tentang pengolahan dan pertanggungjawaban keuangan daerah
f.     Peraturan pemerintah No.106 Tahun 2000 tentang pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah dalam rangka pelaksanaan dekonsentrasi dan tugas pembantuan
g.    Peraturan pemerintah No.108 Tahun 2000 tentang tata cara pertanggungjawaban kepala daerah
h.    Peraturan pemerintah No.109 Tahun 2000 tentang kedudukan keuangan daerah
i.      Peraturan pemerintah No.110 Tahun 2000 kedudukan keuangan DPRD
j.      Peraturan pemerintah No.11 Tahun 2001 tentang informasi keuangan daerah
k.    Keputusan menteri dalam negeri No.29 Tahun 2002 pedoman pengurusan, pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan daerah serta tata cara penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah, pelaksanaan tata usaha keuangan daerah dan penyusunan perhitungan anggaran pendapatan dan belanja daerah.
2.6  Penyajian Laporan Keuangan Daerah
Laporan keuangan harus disajikan dengan menunjukkan perbandingan antara periode berjalan dengan periode sebelumnya.  Perubahan akuntansi apapun harus tetap diungkapakan dalam laporan keuangan. Penyusunan laporan keuangan yang baik dan benar sebaiknya mengacu pada standar akuntansi pemerintah.  Pemerintah dapat mempublikasikan hasil dari laporan keuangan yang telah diaudit oleh auditor independen untuk memberikan kepastian bahwa laporan keuangan telah disajikan secara wajar.
2.7  Pengukuran Kinerja Keuangan Daerah
Pada dasarnya pengukuran  kinerja keuangan  daerah  menyangkut tiga bidang analisis yang saling terkait satu dengan yang lainnya, ketiga bidang analisis tersebut meliputi:
1.        Analisis penerimaan, yaitu analisis mengenai  kemampuan pemerintah daerah dalam menggali sumber-sumber pendapatan yang potensial
2.        Analisis pengeluaran, yaitu analisis mengenai seberapa besar biaya-biaya dari Suatu pelayanan publik dan faktor-faktor yang menyebabkan biaya-biaya tersebut meningkat.
3.        Analisis anggaran, yaitu analisis mengenai hubungan antara pendapatan dan Pengeluaran serta kecenderungan yang diproyeksikan untuk masa depan
2.8  Defenisi Kinerja Dan Penilaian Kinerja Keuangan
2.7.1.      Defenisi Kinerja Keuangan
Kinerja adalah tingkat pencapaian dan tujuan perusahaan, tingkat pencapaian misi perusahaan, tingkat pencapaian pelaksanaan tugas secara aktual. Kinerja juga dapat diartikan sebagai prestasi yang dicapai perusahaan dalam suatu periode tertentu yang mencerminkan tingkat kesehatan perusahaan tersebut (G.Sugiarso dan F. Winarni 2005 : 111)
Kinerja merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dapat dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Definisi kinerja menurut Bambang Kusriyanto dalam A.A. Anwar Prabu Mangkunegara (2005: 9) adalah perbandingan hasil yang dicapai dengan peran serta tenaga kerja per satuan waktu (lazimnya per jam). Faustino Cardosa Gomes dalam A.A. Anwar Prabu Mangkunegara, (2005: 9)
Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa penilaian prestasi kerja (kinerja) adalah penilaian yang dilakukan secara sistematis untuk mengetahui hasil pekerjaan karyawan dan kinerja organisasi. Disamping itu, juga untuk menentukan pelatihan kerja secara tepat, memberikan tanggapan yang lebih baik di masa mendatang dan sebagai dasar untuk menentukan kebijakan dalam hal promosi jabatan dan penentuan imbalan. Tujuan dari penilaian prestasi kerja (kinerja) adalah untuk memperbaiki atau meningkatkan kinerja organisasi dari SDM organisasi. Secara spesifik, tujuan dari evaluasi kinerja sebagaimana dikemukakan Agus Sunyoto dalam A.A. Anwar Prabu Mangkunegara, (2005: 10)  
Kinerja keuangan perusahaan merupakan gambaran mengenai hasil operasi perusahaan yang terdapat dalam laporan keuangan perusahaan dalam periode tertentu, dan pada dasarnya merupakan cerminan dari kinerja manajemen pada periode tersebut. (Widyastuti Pratidina, 2011)
Menurut Erich A. Helfert dalam sebuah artikel online bahwa kinerja keuangan adalah hasil dari banyak keputusan individu yang dibuat secara terus menerus oleh manajemen.
Dari beberapa pendapat diatas maka dapat ditarik kesimpulan  bahwa kinerja keuangan adalah suatu analisis atau indikator dari baik buruknya keputusan individu yang dibuat secara berkala dari gambaran mengenai hasil operasi perusahaan yang terdapat dalam laporan keuangan perusahaan dengan menggunakan aturan-aturan pelaksanaan keuangan secara baik dan benar .
Menurut Jumingan (2005:239) “Analisis kinerja keuangan adalah gambaran prestasi yang dicapai dalam operasionalnya, baik menyangkut aspek keuangan, pemasaran, penghimpunan dan penyaluran dana, teknologi maupun sumber daya manusia.”
Berdasarkan apa yang dinyatakan di atas, kinerja keuangan merupakan gambaran kondisi keuangan pada suatu periode tertentu baik menyangkut aspek penghimpunan dana maupun penyaluran dana yang biasanya diukur dengan indikator kecukupan modal, Likuiditas, dan profitabilitas.
Penilaian aspek penghimpunan dana dan penyaluran dana merupakan kinerja keuangan yang berkaitan dengan peran lembaga intermediasi.  Adapun penilaian kondisi likuiditas guna mengetahui seberapa besar kemampuan dalam memenuhi kewajibannya kapada para deposan.
Menurut Mamduh M. Hanafi dan Abdul Halim (2005:5) “Analisis laporan  terhadap keuangan suatu perusahaan pada dasarnya karena ingin mengetahui tingkat profitabilitas dan tingkat risiko atau tingkat kesehatan suatu perusahaan.”
Pekerjaan yang paling mudah dalam analisis keuangan tentu saja menghitung rasio-rasio keuangan suatu perusahaan.  Bahkan dengan tersedianya program-program komputer, seperti spreadsheet atau program-program akuntansi, atau program-program yang khusus ditulis untuk tujuan kinerja keuangan, perhitungan rasio-rasio keuangan menjadi hal yang mudah dilakukan, dan bisa dilakukan secara rutin.  Tantangan analisis bukan melakukan perhitungan semacam itu, melainkan melakukan analisis dan menginterpretasikan rasio-rasio keuangan yang muncul.
Menurut Gede Edy Prasetya (2005:5) “ Laporan keuangan adalah produk manajemen dalam mempertanggungjawabkan (Stewardship) penggunaan sumber daya dan sumber dana yang dipercayakan kepadanya.”
Materi di dalamnya adalah kegiatan pemerintah dan sumber daya ekonomis yang dipercayakan.  Laporan keuangan harus mengungkapkan semua itu secara transparan sehingga mampu menunjukkan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.  Fungsi laporan keuangan adalah sebagai alat komunikasi informasi keuangan kepada para pemakai.  Standar umum pelaporan keuangan tersebut merupakan pedoman penyajian informasi dalam laporan keuangan untuk memenuhi fungsi tersebut. 
Secara umum, laporan ini menyediakan informasi tentang posisi keuangan, kinerja dan arus kas dalam suatu periode.  Dalam konteks daerah, laporan ini ditujukan bagi pengguna laporan keuangan harus tersaji secara wajar, transparan, mudah dipahami dan dapat dibandingkan dengan tahun sebelumnya ataupun pemerintah daerah lain.
Menurut Jumingan (2005:240) “Analisis kinerja keuangan merupakan proses pengkajian secara kritis terhadap keuangan yang menyangkut review data, menghitung, mengukur, menginterpretasi, dan memberi solusi terhadap keuangan perusahaan pada suatu periode tertentu.”
2.7.2.      Penilaian Kinerja Keuangan
Pengukuran kinerja dilakukan oleh perusahaan untuk melakukan perbaikan diatas kegiatan operasionalnya agar dapat bersaing dengan perusahaan lainnya, bagi para investor informasi mengenai kinerja perusahaan dapat digunakan untuk melihat apakah mereka akan mempertahankan investasi mereka di perusahaan tersebut atau mencari alternatif lain. Penilaiaan terhadap harga saham dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk alat pengukur efisiensi perusahaan. Jika harga saham mereflesikan seluruh informasi mengenai perusahaan di masa lalu, sekarang dan di masa mendatang, maka kenaikan harga saham dapat dianggap sebagai indikasi perusahaan yang efisien.
Penilaian kinerja perusahaan penting dilakukan baik oleh manajemen, pemegang saham, pemerintah dan pihak lain yang berkepentingan dan terkait dengan distribusi kesejahteraan diantara mereka. Helfert dan Lidiadni (2003: 36) mengemukakan bahwa dalam menilai kinerja perusahaan yang paling berkepentingan adalah pemilik perusahaan dalam hal ini investor, manajer, kreditor, pemerintah dan masyarakat umum.
2.7.3.      Tujuan Penilaian Kinerja Keuangan & Manfaat Penilaian Kinerja
Tujuan pokok penilaian kinerja menurut Rudianto ( 2006, Hal 311) adalah “untuk memotivasi karyawan dalam mencapai secara organisasi dan dalam mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya agar membuahkan tindakan dan hasil yang diinginkan.”
Dalam mengukur kinerja keuangan perlu dikaitkan antara organisasi perusahaan dengan pusat pertanggungjawaban. Dalam melihat organisasi perusahaan dapat diketahui besarnya tanggungjawab manajer yang diwujudkan dalam bentuk prestasi kerja keuangan. Namun  demikian mengatur besarnya tanggungjawab sekaligus mengukur prestasi keuangan tidaklah mudah sebab ada yang dapat diukur dengan mudah dan ada pula yang sukar untuk diukur. Berkaitan dengan analisis kinerja keuangan mengandung beberapa tujuan (Jumingan, 2009, p239):
a.         Untuk   mengetahui keberhasilan pengelolaan keuangan perusahaan terutama kondisi likuiditas, kecukupan modal dan profitabilitas yang di capai dalam tahun berjalan maupun tahun sebelumnya.
b.         Untuk  mengetahui  kemampuan  perusahaan  dalam  mendayagunakan semua aset yang dimiliki dalam menghasilkan profit secara efisien.
Sedangkan Mulyadi ( 2001, Hal 416 ) menyatakan bahwa : ada lima manfaat penilaian kinerja yaitu sebagai berikut :
1.      Mengelola operasional organisasi secara efektif dan efisien melalui pemotivasian karyawan secara maksimal.
2.      Membantu pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan karyawan, seperti promosi, transfer dan pemberhentian.
3.      Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan dan untuk menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan karyawan.
4.      Menyediakan umpan balik bagi karyawan mengenai bagaimana atasan mereka menilai kinerja mereka.
5.      Menyediakan dasar bagi pendistribusian penghargaan.
 
2.7.4.      Macam-Macam  Laporan Keuangan
Untuk mengukur kinerja Pengelolaan Keuangan Pemerintaha, ada beberapa macam laporan keuangan pemerintah daerah  Berdasarkan Undang-undang keuangan Negara (UUKN) No. 17 Tahun 2003, yaitu:
a.         Laporan Realisasi Anggaran
Laporan realisasi anggaran adalah laporan yang menggambarkan perbandingan antara anggaran pendapatan dan belanja dengan realisasinya dalam satu periode tertentu yang menunjukkan ketaatan terhadap peraturan dan atau ketentuan perundang-undangan.
b.         Neraca
Neraca adalah laporan yang menyajikan informasi posisi keuangan pemerintah, yaitu aset, hutang dan ekuitas dana pada suatu periode tertentu.
c.         Laporan Arus Kas
Laporan arus kas adalah Teknik analisis untuk mengetahui sumber dana yang diperoleh pemerintah daerah dan penggunaannya selama tahun berjalan.  Laporan arus kas juga merupakan pertanggungjawaban atas pengelolaan kas daerah dan menjadi tanggung jawab bendahara umum daerah. Laporan arus kas menggambarkan kegiatan/aktivitas pemerintah dalam mengelola penerimaan dan pengeluaran keuangan.  Laporan arus kas juga bertujuan untuk menyediakan informasi arus kas masuk dan arus kas keluar untuk satu periode.
d.        Catatan Atas Laporan Keuangan
Menyajikan informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan, ekonomi makro, pencapaian target APBD dan kendala yang dihadapi dalam proses tersebut.  Catatan ini juga menyampaikan ikhtisar pencapaian kinerja selama periode tertentu, kebijakan akuntansi yang digunakan, penjelasan masing-masing perkiraan laporan keuangan dan informasi tambahan yang diperlukan.
2.7.5.      Kelemahan Laporan Keuangan
     Sebelum melakukan penyusunan ataupun anlisisis, kita perlu memperhatikan kelemahan laporan keuangan. Setidaknya, setelah mengetahui kelemahan - kelemahan tersebut, kita menjadi lebih berhati-hati sehingga dapat menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas.  Apalagi analisis didasarkan pada laporan keuangan.  Oleh karena itu, kelemahan laporan keuangan harus selalu diingat agar tak terjadi kesalahan dalam menyimpulkan hasil analisis.
Kelemahan-kelemahan tersebut adalah:
a.         Laporan keuangan bersifat umum dan bukan dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan pihak tertentu.  Masing-masing pengguna memiliki kepentingan yang berbeda. Karena itu, informasi yang disajikan harus dapat digunakan semua pihak.
b.         Laporan keuangan bersifat historis, yaitu merupakan laporan atas kejadian yang telah lewat. Karenanya, laporan keuangan tidak dapat dianggap sebagai laporan mengenai kondisi segala waktu.
c.         Analisis laporan keuangan tidak cukup hanya dengan melihat angka-angka, akan tetapi juga perlu mencermati aspek lain, seperti situasi ekonomi, budaya masyarakat, kondisi daerah dan lain-lain.
d.        Objek analisis adalah data historis yang menggambarkan masa lalu dan kondisi ini bisa berbeda dengan kondisi masa depan.
2.7.6.      Korelasi Laporan Keuangan
Neraca laporan realisasi anggaran dan laporan sumber dan penggunaan dana atau laporan arus kas mempunyai hubungan yang sangat erat.  Angka-angka yang ada di dalamnya saling berkaitan. 
Informasi yang terbaca dari laporan keuangan akan menjadi lebih luas dan dalam ketika pengguna melakukan analisis.  Hubungan suatu perkiraan dengan perkiraan yang lain dapat menjadi indikator tentang posisi dan prestasi keuangan suatu daerah serta menunjukkan bukti kebenaran penyusunan laporan keuangan.  Untuk itu, cermati hubungan antara suatu perkiraan dengan perkiraan lain yang terdapat dalam laporan keuangan.  Kita bahkan bisa mengaitkannya dengan fenomena ekonomi yang sedang berlangsung.
2.9  Analisis Rasio Keuangan
Analisis rasio keuangan pad  APBD dilakukan dengan membandingkan hasil yang dicapai dari satu periode dibandingkan dengan periode sebelumnya sehingga dapat diketahui bagaimana kecenderungan yang terjadi. Selain itu dapat pula dilakukan dengan cara membandingkan dengan rasio keuangan daerah lain yang terdekat  ataupun yang potensi daerahnya relatif sama untuk dilihat bagaimana posisi rasio  keuangan pemerintah tersebut terhadap pemerintah daerah lainnya. Adapun pihak-pihak yang berkepentingan dengan rasio keuangan pada APBD ini adalah:
1.        DPRD sebagai wakil dari pemilik daerah (masyarakat).
2.        Pihak eksekutif sebagai landasan dalam menyusun APBD berikutnya.
3.        Pemerintah pusat/ propinsi sebagai bahan masukan dalam pembinaan pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah.
4.        Masyarakat dan kreditur, bersedia           memberi pinjaman ataupun membeli obligasi
1.13.1.   Rasio Kemandirian Keuangan Daerah
Rasio kemandirian menggambarkan ketergantungan daerah terhadap sumber dana ekstern. Semakin tinggi  rasio  kemandirian  mengandung arti bahwa tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak ekstern  (terutama pemerintah pusat dan provinsi) semakin rendah dan demikian pula sebaliknya. Rasio kemandirian juga menggambarkan tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan   daerah. Semakin tinggi  rasio kemandirian,  semakin tinggi partisipasi  masyarakat dalam membayar  pajak  dan  retribusi  daerah  akan menggambarkan  tingkat kesejahteraan masyarakat yang tinggi.
1.13.2.    Rasio Efektifitas Pendapatan Asli Daerah
Rasio efektivitas  menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam merealisasikan pendapatan asli  daerah  yang  direncanakan dibandingkan  dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah. Kemampuan daerah dikatakan efektif apabila rasio yang dicapai minimal 1 (satu)  atau 100 persen. Namun semakin tinggi rasio efektifitas, menggambarkan kemampuan daerah yang semakin tinggi.
1.13.3.    
Rasio Aktifitas
Rasio ini menggambarkan bagaimana pemerintah daerah dalam memprioritaskan alokasi dananya pada belanja rutin dan belanja pembangunan secara optimal. Semakin tinggi persentase dana yang dialokasikan untuk belanja rutin berarti persentase belanja investasi (belanja pembangunan) yang digunakan untuk menyediakan sarana dan prasarana ekonomi masyarakat cenderung semakin kecil.
1.13.4.    Rasio Pengelolaan Belanja
Rasio pengelolaan belanja menunjukan bahwa kegiatan belanja yang dilakukan oleh pemerintah daerah memiliki ekuitas antara periode yang positif yaitu belanja yang dilakukan tidak lebih besar dari total pendapatan yang diterima pemerintah  daerah. Rasio ini menunjukan adanya surplus atau defisit anggaran. Surplu  atau defisit yaitu selisih lebih/kurang antara pendapatan dan belanja selama satu periode laporan.
1.13.5.    Rasio Pertumbuhan
Rasio pertumbuhan (growth  ratio) mengukur seberapa besar kemampuan Pemerintah daerah dalam mempertahankan dan meningkatkan keberhasilannya yang telah dicapai dari periode ke periode berikutnya. Dengan diketahuinya pertumbuhan untuk masing-masing komponen sumber pendapatan dan pengeluaran, dapat digunakan untuk mengevaluasi potensi-potensi mana yang perlu mendapat perhatian.
2.10          Kelemahan Analisis Rasio
Meski cukup sering digunakan dalam analisis laporan keuangan, kita perlu menyadari kelemahan analisis rasio.  Kelemahan analisis rasio pada umumnya terkait dengan faktor karakteristik laporan keuangan itu sendiri.  Analisis rasio sangat rentan terhadap kesalahan. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa data dalam analisis rasio berasal dari data akuntansi yang juga memiliki kelemahan tersendiri, misalnya mengandung data manipulasi dan kesalahan.  Saat melakukan analisis, pengguna juga harus selalu ingat bahwa laporan keuangan tidak menggambarkan perubahan nilai uang dan tenaga belinya.  Selain itu, laporan keuangan memiliki kemungkinan mengandung window dressing dan income smoothing yang perlu diwaspadai.  Jadi dalam menilai baik buruk suatu rasio, analis harus hati-hati.   
2.11          Koreksi Kesalahan
Kesalahan dalam penyusunan laporan keuangan pada satu atau beberapa periode sebelumnya mungkin baru ditemukan pada periode berjalan.  Kesalahan mungkin timbul dari keterlambatan penyampaian bukti transaksi anggaran oleh pengguna anggaran, kesalahan perhitungan matematis, kesalahan dalam penerapan standar kebijakan akuntansi, kesalahan interprestasi fakta, kecurangan atau kelalaian.
Kesalahan ditinjau dari sifat kejadiannya dikelompokkan dalam dua jenis:
1.        Kesalahan tidak berulang adalah kesalahan yang diharapkan tidak akan terjadi kembali.
Kesalahan ini dikelompokkan dalam dua jenis:
a.    Kesalahan tidak berulang yang terjadi pada periode berjalan
b.    Kesalahan tidak berulang yang terjadi pada periode sebelumnya.
2.        Kesalahan berulang dan sistematik adalah kesalahan yang disebabkan oleh sifat alamiah (normal) dari jenis-jenis transaksi tertentu yang diperkirakan akan terjadi berulang.  Setiap kesalahan harus dikoreksi segera setelah diketahui agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari.  Selain itu, para pengguna perlu membandingkan laporan keuangan suatu entitas pelaporan dari waktu ke waktu untuk mengetahui kecendrungan posisi keuangan, kinerja dan arus kas.  Oleh karena itu, kebijakan akuntansi yang digunakan harus diterapkan secara konsisten pada setiap periode.
2.12          Kerangka Pikir
Dinas Pendapatan Daerah
Prov. Sul – Sel
Kinerja Keuangan
 
 
 
 
 
    Metode Analisis:
1.       Rasio Kemandirian Keuangan Daerah
2.       Rasio Efektifitas Pendapatan Asli Daerah
3.       Rasio Aktifitas
4.       Rasio Pengelolaan Belanja
5.       Rasio Pertumbuhan

          Feed 
         Back
 
Kinerja Keuangan Yang Efektif
 
 
 
 
Keterangan Kerangka Pikir:
Instansi Dinas Pendapatan Daerah sebagai Satuan Kerja Daerah (SKPD) Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan yang diberikan kewenangan mengamban tugas di bidang Pendapatan, sebagaimana diatur dalam Undang-undang  Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dimana Pemerintah Daerah mempunyai hak mengelola Pendapatan Daerah, antara Iain memungut Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Lainnya yang barada di Daerah, mendapatkan sumber-sumber pendapatan yang sah guna pambiayaan kegiatan Pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. Maka Pemerintah Daerah menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan pada dasarnya merupakan kinerja pengelolaan keuangan yang dilakukan terhadap berbagai macam informasi yang tersaji dalam laporan keuangan.  
Analisis kinerja pengelolaan keuangan merupakan gambaran prestasi yang dicapai dalam operasionalnya.  Untuk mengukur kinerja keuangan metode analisis yang digunakan adalah analisis Rasio Kemandirian Keuangan Daerah, Rasio Efektifitas Pendapatan Asli Daerah, Rasio Aktifitas, Rasio Pengelolaan Belanja, dan Rasio Pertumbuhan guna untuk mencapai kinerja pengelolaan keuangan yang efektif.
2.13          Hipotesis
Hipotesis yang penulis ajukan penelitian ini adalah Diduga bahwa kinerja pengelolaan keuangan yang digunakan pada Dinas pendapatan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan sudah Efektif. 
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
 
3.1.       Lokasi Dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada Dinas Pendapatan Daerah (Dipenda) Provinsi Sulawesi Selatan yang beralokasi di Jl. Andi Pangeran Petta Rani  No.  1 Makassar, Sul-Sel
Sedangkan waktu pelaksanaan penelitian diperkirakan berlangsung selama dua bulan, mulai November sampai Januari 2012-2013.
3.2.       Metode Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.        Observasi, yaitu pengumpulan data dengan cara mengadakan pengamatan secara langsung dilokasi untuk memperoleh data yang akurat.
2.        Wawancara, yaitu cara pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan secara langsung pada pimpinan dan karyawan pada Dinas Pendapatan Daerah (Dipenda) Provinsi Sulawesi Selatan.
3.        Kepustakaan adalah metode yang digunakan dengan cara mengumpulkan beberapa data tertulis baik berasal dari buku-buku, literature, internet dan catatan dari kantor.
3.3.       Jenis Dan Sumber Data
1.        Jenis Data
Adapun jenis data yang digunakan adalah:
a.         Data kualitatif, yaitu data yang diperoleh dari Instansi dalam bentuk informasi baik secara lisan maupun tulisan yang berkaitan dengan masalah.
b.         Data kuantitatif, yaitu data yang diperoleh dari Instansi yang berupa data dalam bentuk angka-angka.
2.        Sumber Data
Adapun sumber data yang digunakan adalah:
a.         Data primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung dari Instansi melalui hasil pengamatan dan wawancara dengan pimpinan dan karyawan.
b.         Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari luar Instansi seperti karya tulis/artikel yang ada hubungannya dengan masalah yang dibahas.
3.4.       Teknik Analisis Data
Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini melalui tahap–tahap sebagai berikut:
1.        Rasio Kemandirian keuangan daerah
Rasio kemandirian menggambarkan ketergantungan daerah terhadap sumber dana ekstern. Semakin tinggi rasio kemandirian daerah, tingkat ketergantungan terhadap bantuan pihak ekstern (terutama pemerintah pusat dan provinsi) semakin rendah, dan sebaliknya.
Rasio Kemandirian  
Rasio ini juga menggambarkan tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah. Semakin tinggi rasio kemandirian, semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah serta menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat yang semakin tinggi
2.        Rasio Efektifitas Pendapatan Asli Daerah
Rasio efektifitas menggambarkan kemampuan Pemda dalam merealisasikan PAD yang direncanakan dibandingkan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah. Kemampuan daerah dalam menjalankan tugas dikategorikan efektif apabila rasio yang dicapai minimal sebesar 1 (satu) atau 100 persen. Semakin tinggi rasio efektivitas menggambarkan kemampuan daerah yang semakin baik.
Rasio Efektifitas =   
3.        Rasio Pertumbuhan
Rasio pertumbuhan (growth ratio) mengukur seberapa besar kemampuan Pemda dalam mempertahankan dan meningkatkan keberhasilan yang telah dicapai dari periode ke periode berikutnya. Dengan mengetahui pertumbuhan masing-masing komponen sumber pendapatan dan pengeluaran, maka dapat dilakukan evaluasi terhadap potensi-potensi daerah yang perlu mendapat perhatian. Semakin tinggi persentase pertumbuhan setiap komponen pendapatan dan pengeluaran, maka semakin besar kamampuan Pemda dalam mempertahankan dan meningkatkan keberhasilan yang dicapai dari setiap periode.
Pertumbuhan PAD =  
4.      Rasio Efisiensi
Untuk memperoleh ukuran yang lebih baik, rasio efektifitas perlu dibandingkan dengan rasio efisiensi yang dicapai pemerintah. Rasio efisiensi menggambarkan perbandingan antara besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan dengan realisasi pendapatan yang diterima. Kinerja pemerintah daerah dikatakan efisien apabila rasio yang dicapai kurang dari 1 (satu) atau dibawah l00 persen. Semakin kecil rasio efisiensi menggambarkan kemampuan daerah yang semakin baik
Rasio Efisiensi =  
5.        Rasio Perhitungan Anggaran
Rasio ini menunjukkan pencapaian target selama satu tahun anggaran.   Tingkat pencapaian target ini mencerminkan tingkat efektivitas pemerintah daerah dalam menghasilkan output.  Rasio ini mengukur kemampuan pemerintah daerah untuk membiayai pengeluarannya dari pendapatan yang diterima (Gede Edy Prasetya 2005:51).
Rasio Pendapatan-Belanja                           
Rasio ini bertujuan menjaga keamanan kondisi keuangan daerah untuk   membiayai belanja operasi pemerintah daerah.  Dengan demikian, pemerintah daerah tak perlu terlalu tergantung pada pendapatan dana perimbangan dan pendapatan sah lainnya.  Perkiraan ini bisa digunakan/dialokasikan untuk membiayai belanja modal bagi suatu daerah. 
6.      Membandingkan dan menganalisis rasio keuangan masing-masing periode yang telah dihitung berdasarkan perhitungan rasio keuangan pada tahap sebelumnya.
DAFTAR  PUSTAKA
 
Ahmed Riahi 2006:50, Teori Akuntansi.  Edisi kelima, Terjemahan Ahmed Riahi,     Jakarta: Salemba Empat.
 
Soemarso, S.R 2004, Teori Akuntansi.  Buku satu, Jakarta: Salemba Empat.
 
Menurut Sugianto, 1999:26, Akuntansi Biaya.  Jakarta: Graha Ilmu.
 
G.Sugiarso dan F. Winarni 2005 : 111, Akuntansi Biaya.  Jakarta: Graha Ilmu.
 
Halim, Abdul.  2007, Akuntansi Keuangan Daerah.  Edisi ketiga, Jakarta: Salemba Empat.
 
Hanafi, Mamduh M. dan Abdul Halim.  2005, Analisis Laporan Keuangan. Edisi kedua, Yogyakarta: UUP AMP YKPN.
 
Jumingan.  2005:5 Teori Akuntansi.  Edisi kelima, Surakarta: Bumi Aksara.
 
Jumingan.  2005:240, Teori Akuntansi.  Edisi kelima, Surakarta: Bumi Aksara.
 
Prasetya, Edy Gede.  2005, Penyusunan dan Analisis Laporan Keuangan Pemerintah Daerah.  Jakarta: Andi.
 
Erich A. Helfert.  2004, Pengantar Akuntansi.  Buku satu, Edisi kelima, Jakarta: Salemba Empat.
 
Helfert dan Lidiadni 2003: 36, Sistem Informasi Akuntansi.  Yogyakarta: Andi.
 
Rudianto 2006:311. 2005, Analisis Laporan Keuangan.  Buku satu, Edisi kedelapan, Jakarta: Salemba Empat.
 
____________________________________________.  2005, Analisis Laporan Keuangan.  Buku dua, Edisi kedelapan,Jakarta: Salemba Empat.
 
Agus Sunyoto, A.A. Anwar Prabu Mangkunegara. 2005, Evaluasi Kinerja SDM. Refika Aditama Bandung. 
 
Mangkunegara, Anwar Prabu. 2004 Manajemen Sumber Daya Manusia, Bandung: Penerbit PT, Remaja Rosdakarya. 
 
Gede Edy Prasetya 2005:51, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: Penerbit Andi Offset, 
 
Mulyadi 2001:416, Analisis Laporan Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah, Edisi Kedua: Penerbit BPFE-UGM, Yogyakarta, 






Artikel Terkait :