Sistem Penganggaran Keuangan Daerah
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Implementasi sejumlah perangkat perundang-undangan di bidang
pemerintahan daerah belum bisa dijadikan acuan utama dalam mewujudkan good
public governance, khususnya di bidang pengelolaan keuangan daerah dan
pelayanan publik, tetapi masih membutuhkan pengkajian yang lebih mendalam,
khususnya menyangkut pengawasan, pemahaman mengenai sistem akuntansi keuangan
daerah serta manajemen atau pengelolaan keuangan daerah dalam kaitannya dengan
pelayanan publik. Dalam hal ini, unit satuan kerja dipandang memiliki peranan
utama dalam operasional roda pemerintahan di daerah, karena unit satuan kerja
merupakan pusat-pusat pertanggungjawaban pemerintah daerah dan relatif lebih
banyak melaksanakan tugas operasional pemerintahan dan lebih banyak
mengkonsumsi sumber daya, yang tentunya harus diperuntukkan dan
dipertanggungjawabkan pada kepentingan publik.
Salah satu perubahan mendasar dalam
manajemen keuangan daerah pasca reformasi keuangan daerah adalah perubahan
sistem akuntansi pemerintah pusat dan daerah. Inti dari perubahan tersebut
adalah tuntutan dilaksanakannya akuntansi dalam pengelolaan keuangan daerah
oleh pemerintah, baik pemerintah daerah provinsi maupun kabupaten dan kota,
bukan pembukuan seperti yang dilaksanakan selama ini (Halim, 2002: 5).
Pengelolaan keuangan daerah yang baik perlu ditunjang oleh pemahaman sistem
akuntansi keuangan daerah yang baik agar penatasusahaan keuangan di daerah
memiliki akurasi dan akuntabilitas yang tinggi. Selain, pemahaman atas
akuntansi keuangan daerah juga merupakan salah satu dimensi penting yang tidak
kalah penting dalam pengelolaan.
1.2
Ruang Lingkup
Ruang lingkup sistem penganggaran keuanag daerah adalah penerapan dalam
sistem penganggaran keuangan daerah yang di nyataka dalam suatu keuangan dan
satuan selain keuangan, umumnya mencakup jangka waktu tertentu, satu atau
beberapa yang di nyataka dalam suatu keuangan dan satuan selain keuangan,
umumnya mencakup jangka waktu tertentu, satu atau beberapa tahun.
1.3
Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan sistem penganggaran keuangan daerah ini adalah untuk
memberikan penjelasan dan pengetahuan mengenai sistem penganggaran keuangan
daerah kepada mahasiswa khususnya dan masyarakat pada umumnya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Sistem Penganggaran Keuangan Daerah
Sistem penganggaran keuangan daerah
adalah catatan masalah, rencana masa depan, dan mekanisme pengolaan sumber
daya. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
selanjutnya disingkat APBD adalah suatu rencana keuangan tahunan pemerintah
daerah yang disetujui oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (UU No. 17 Tahun 2003 pasal 1 butir 8 tentang Keuangan
Negara).
pengawasan yang baik
maka alokasi anggaran publik yang tercermin dalam anggaran pendapatan daerah
(APBD) dapat diperuntukan untuk kepentingan publik. Suwardjono (2005:159)
menegaskan bahwa akuntansi akan mempunyai peran yang nyata dalam kehidupan
sosial ekonomi kalau informasi yang dihasilkan oleh akuntansi dapat
mengendalikan perilaku pengambil kebijakan ekonomik untuk bertindak menuju ke
suatu pencapaian tujuan sosial dan ekonomik negara. Salah satu tujuan ekonomik
negara adalah alokasi sumber daya ekonomik secara efisien sehingga sumber daya
ekonomik yang menguasai hajat hidup orang banyak dapat dinikmati masyarakat
secara optimal. Hal senada dikemukakan Hay (1997:4) bahwa secara umum tujuan
akuntansi dan pelaporan keuangan bagi pemerintah adalah untuk:
1.
Menyajikan informasi keuangan yang
berguna untuk pengambilan keputusan ekonomik, politik, dan sosial, serta
menampilkan akuntabilitas dan stewardship;
2.
Menyajikan informasi yang berguna
untuk mengevaluasi kinerja manajer dan organisasi. Bila dicermati lebih jauh
dalam pengelolaan keuangan daerah akuntansi menjadi salah satu kendala teknis
bagi eksekutif dalam pengelolaan keuangan daerah.
Pandangan
ini sejalan dengan pandangan Newkirk (1986: 23) yang menegaskan bahwa dari
sekian banyak problem yang ada pada pemerintah daerah salah satunya adalah
tentang akuntansi. Pernyataan ini menandakan bahwa pengelola anggaran daerah
pada masing-masing unit satuan kerja perlu dicermati guna menyelesaikan problem
akuntansi dan penyajian informasi yang memadai. Hal senada dikemukakan oleh
Mardiasmo (2002:35) bahwa sistem
Pertanggungjawaban
keuangan suatu institusi dapat berjalan dengan baik, bila terdapat mekanisme
pengelolaan keuangan yang baik pula. Ini berarti pengelolaan keuangan daerah
yang tercermin dalam APBD memiliki posisi strategis dalam mewujudkan manajemen
pemerintahan yang akuntabel.
Menyatakan
terbatasnya jumlah personel pemerintah daerah yang berlatar belakang pendidikan
akuntansi, sehingga mereka tidak peduli atau mungkin tidak mengerti
permasalahan sesungguhnya. Peterson (1994: 55) yang menegaskan improving
budgeting di negara berkembang sulit dilakukan karena terdapat sejumlah
keterbatasan dan kuatnya proses politik dalam alokasi sumber daya. Demikian
pula Newkirk (1986: 24) menegaskan bahwa keberhasilan pengembangan sistem penganggaran
keuangan daerah sangat tergantung pada komitmen dan keterlibatan pegawai
pemerintah daerah. Pernyataan ini menandakan sistem penganggaran keuangan
daerah sebagai alat kontrol perlu dipahami oleh personel atau pegawai unit
satuan kerja pemerintah daerah yang berkomitmen, artinya keterlibatan pegawai
yang memiliki pemahaman di bidang sistem akuntansi harus didukung oleh
komitmen. Agar akuntansi dapat dijadikan salah satu alat dalam mengendalikan
roda pemerintahan, akuntansi harus dipahami secara memadai oleh penyedia
informasi keuangan. Sebagai alat kontrol dan alat untuk mencapai tujuan
pemerintah, dari kacamata akuntansi, khususnya sistem penganggaran keuangan
daerah, akuntansi harus dapat berperan dalam mengendalikan roda pemerintahan dalam
bentuk pengelolaan keuangan daerah berdasarkan aturan yang berlaku Suwardjono
(2005:159).
2.2 Fungsi Anggaran Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 58/2005
Berbagai fungsi Anggaran Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.
58/2005, tentang Keuangan Negara, yaitu:
- Fungsi
Otorisasi: Anggaran
daerah merupakan dasar untuk melaksanakan pendapatan dan
belanja pada tahun yang bersangkutan.
- Fungsi
Perencanaan; Anggaran
daerah merupakan pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan
pada tahun yang bersangkutan.
- Fungsi
Pengawasan;Anggaran
daerah menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan
pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
- Fungsi
Alokasi; Anggaran
daerah diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya,
serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian.
- Fungsi
Distribusi; Anggaran
daerah harus mengandung rasa keadilan dan kepatutan.
- Fungsi
Stabilisasi; Anggaran
daerah harus mengandung arti/ harus menjadi alat untuk memelihara dan
mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.
2.3 Prinsip-Prinsip Penysunan Anggaran
Prinsip-prinsip dasar (azas) yang berlaku di bidang
pengelolaan Anggaran Daerah yang berlaku juga dalam pengelolaan Anggaran Negara /
Daerah sebagaimana bunyi penjelasan dalam Undang Undang No. 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara, yaitu :
a.
Kesatuan,
b.
Universalitas,
c.
Tahunan,
d.
Spesialitas,
e.
Akrual dan
f.
kas.
2.4 Pelaku Kunci Dalam Proses Perencanaann DanPenganggaran Daerah
1. Pihak Eksekutif :
a.
Kepala Daerah : Gubernur/Bupati/Walikota
b.
Sekretaris Daerah; sebagai Ketua Panitia Anggaran eksekutif,
menyampaikan Dokumen Kebijakan Umum Anggaran (KUA) ke DPRD
c.
Tim Panitia Angaran Eksekutif
(Bapeda, Bagian Keuangan/BPKD, Bagian Adpem); menyusun RKPD, KUA, Draft
APBD
d.
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)/Dinas Instansi; sebagai
pengguna anggaran bertugas untuk menyusun dan melaksanakan kegiatan berikut
anggarannya.
e.
Badan Perencanaan daerah (BAPEDA, sebagai penanggungjawab proses
perencanaan daerah dan sekaligus menyiapkan dan menyusun berbagai dokumen
rencana
f.
Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD)/Bagian Keuangan; sebagai
penanggungjawab proses penganggaran
2. Pihak Legislatif (DPRD)
:
a.
Panitia Anggaran DPRD (Pangar DPRD); terdiri dari beberapa anggota
DPRD (15 – 21 Org) dari berbagai Komisi dan Fraksi di DPRD, Ketuanya ex
officio Ketua DPRD; bertugas melakukan pembahasan KUA, Draft RASK/RKA-SKPD
dan draft APBD
b.
Komisi; alat kelengkapan DPRD untuk memperlancar tugas-tugas DPRD
dalam bidang Pemerintahan, perekonomian dan pembangunan, keuangan dan investasi
daerah, sebagai mitra kerja dinas/instansi berdasarkan sektoral. Dalam proses penganggaran komisi
melakukan pembahasan draft RKA SKPD dengan SKPD mitra kerjanya
3.
Pihak Pengawas (Auditor)
a.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK); pengawas eksternal dan independen,
bertugas mengaudit thd pengelolaan
keuangan baik di Pusat maupun Daerah, dari sisi laporan keuangan, kinerja dan
lainnya
b.
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) lembaga
Pemerintah non Departemen bertanggungjawab kepada Presiden, auditor internal
melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan keuangan dan pembangunan sesuai
dengan peraturan yang berlaku
c.
Badan Pengawas daerah (Bawasda); auditor internal di Kab/kota
bertanggungjawab kepada Bupati/Walikota, melakukan pengawasan terhadap
penyelenggraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan
4.
Pihak Masyarakat
a.
Warga berbasiskan wilayah/geografi; delegasi warga berdasarkan
kewilayahan (Desa/Kecamatan)
b.
Kelompok kepentingan (interest group); Asosiasi Profesi, Ormas,
c.
Sektor Swasta; Dunia Usaha
d.
Kelompok Peduli Anggaran; kelompok masyarakat yang melakukan
pendidikan anggaran
2.5 Dokumen-Dokumen Kelurahan
a.
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD)
b.
Rencana Kerja Dinas/Instansi (Renja-SKPD)
c.
Kebijakan Umum Anggaran (KUA)
d.
Rencana Kegiatan dan Anggaran Dinas Instansi (RKA-SKPD/RASK)
e.
Draft RAPBD dan Penjabarannya
f.
APBD dan Penjabaran APBD
g.
Dokumen Anggaran Satuan Kerja (DASK)
h.
Laporan Triwulanan/Semesteran
i.
Laporan Tahunan (LKPJ Bupati/Walikota)
2.6 Celah Keterlibatan Warga
1.
Partisipasi dalam Proses Penyusunan Anggaran
a.
Masyarakat (baik individu maupun lembaga) bisa memberikan masukan
dan sekaligus kritisi terhadap draft dokumen KUA pada saat hearing di DPRD
(Lisan atau Tulisan)
b.
Memberi masukan dan hadir selama proses pembahasan (Tulisan atau
SMS)
c.
Membangun opini publik dengan menggunakan media (Koran atau Radio)
2.
Partisipasi dalam Proses Penetapan Anggaran
a.
Masyarakat bisa melakukan komunikasi dengan Dinas/Instansi secara
informal untuk konfirmasi tentang rencanan usulan kegiatan atau sekaligus
memberikan masukan dan tambahan kegiatan berdasarkan rujukan kepada hasil
Musrenbang apabila ada yang terlewat
b.
Bangun hubungan secara personal dengan pejabat di SKPD
c.
Pada saat pembahasan di Komisi DPRD, masyarakat bisa melakukan
pengawalan dengan hadir di tempat pembahasan atau meminta hearing secara resmi
ke DPRD
d.
Membangun opini publik dengan tulisan dan di publikasikan ke media
(Radio/Koran)
e.
Melakukan diskusi dengan anggota Komisi DPRD secara informal
f.
DPRD melakukan hearing dengan masyarakat dan merupakan sosialisasi
RAPBD
g.
Masyarakat bisa melakukan monitoring selama pembahasan, memberi
masukan dan sekaligus membangun publik opini melalui media masa
h.
Kelompok kepentingan bisa melakukan monitoring di pembahasan yang menjadi concern-nya
i.
Masyarakat di undang resmi oleh DPRD pada seluruh Rapat Paripurna.
(masyarakat tidak bisa memberi masukan, hanya mendengarkan saja)
j.
Warga bisa membuat tulisan pada saat Paripurna dan disebarkan ke
peserta dan undangan.
k.
Masyarakat bisa hadir pada tahapan pembahasan/penyelarasan dan
masih bisa memberi masukan melaui surat atau SMS,
l.
Masyarakat bisa meminta hearing dengan Pangar DPRD
3.
Partisipasi dalam Pelaksanaan APBD
a.
Monitoring terhadap pelaksanaan kegiatan (apakah sesuai dengan
rencana)
b.
Lihat alokasi anggaran, apakah sesuai dengan budget yang telah
direncanakan
c.
Berapa nilai riil kegiatan
d.
Apakah tender dilakukan secara transparan dan akuntabel
e.
Kalau terjadi dugaan penyimpangan bisa di blow-up dan dilaporkan
kpeada institusi yang berwenang
4.
Partisipasi dalam Evaluasi dan Pengawasan
a.
Pada saat evaluasi tahunan, warga bisa memberi masukan ke DPRD,
dengan mengkritisi dokumen lkpj Bupati dengan kondisi lapangan
b.
Kita bisa memberikan penilaian berdasarkan rencana dan target yang
telah disepakati di dok KUA dengan dok LKPJ (komparasi)
2.7
Peraturan Perencanaan
Dan Penganggaran daerah
a.
UU No.32/2004 tentang Pemerintahan
Daerah
b.
UU No.33/2004 tentang Perimbangan
Keuangan Pusat & Daerah
c.
UU No.17/2003 tentang Keuangan Negara
d.
UU No.25/2004 tentang sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional
e.
PP108/2000 tentang Tatacara
Pertanggungjawaban Kepala Daerah
f.
PP No.56/2005 tentang Sistem Informasi
Keuangan Daerah
g.
PP No. 58/2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah
h.
Kepmendagri No.29/2002 tentang Pedoman
Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah serta tatcara
Penyusunan APBD, Pelaksanaan tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan
Perhitungan APBD
i.
SEB No.259/M.PPN/I/2005 tentang Petunjuk
Teknis Musrenbang
j.
SE Mendagri No.903/2429/SJ tentang
Pedoman Penyusunan APBD tahun 2006 dan pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD
tahun 2005
k.
PP 58/2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah (Pengganti PP 105/2000)
Catatan:
Peraturan Daerah No. 53 tahun 2004 tentang Partisipasi Masyarakat
dalam Proses Kebijakan Publik
Peraturan Bupati Kebumen No. 29 tahun
2005 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Partisipasi Masyarakat Dalam Proses
Kebijakan Publik
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Dalam sistem penganggara keuangan daerah telah di catatan masalah,
rencana masa depan, dan mekanisme pengolaan sumber daya. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selanjutnya disingkat APBD
adalah suatu rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Pernyataan ini menandakan bahwa
pengelola anggaran daerah pada masing-masing unit satuan kerja perlu dicermati
guna menyelesaikan problem akuntansi dan penyajian informasi yang memadai.
3.2
Saran
1.
Untuk
meningkatkan intensitas pengawasan eksternal terhadap pengelolaan anggaran
keuangan daerah, pihak legislatif perlu meningkatkan pemahaman bagi anggota
dewan secara berkelanjutan di bidang pengawasan.
2.
Untuk
meningkatkan pemahaman personel di bidang pengelolaan anggaran keuangan daerah.
Perlu lebih diintensifkan pelatihan di bidang manajemen keuangan dan akuntansi
keuangan daerah secara berkelanjutan dan untuk mempermudah proses penyajian
pelaporan anggaran keuangan daerah.
dalam jangka pendek disarankan menggunakan tenaga ahli atau konsultan di
bidang akuntansi dan manajemen keuangan daerah.
3.
perlu
pembinaan moral dan merubah maindset personel setiap unit satuan kerja
pemerintah daerah secara berkelanjutan.