ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN
KEUANGAN
PROVINSI SULAWESI SELATAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sesuai dengan undang – undang nomor 32 tahun
2004 tentang pemerintah
daerah, pemerintah daerah diberi
kewenangan yang
luas dalam menyelenggarakan semua urusan pemerintah
mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi kecuali kewenangan
bidan politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter, fiskal, agama dan
kewenangan lain yang ditetapkan peraturan pemerintah. Pemberian hak
otonomi daerah kepada pemerintah daerah untuk menentukan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD)
sendiri sesuai dengan kebutuhan dan potensi daerah. Anggaran pendapatan dan belanja daerah
yang dituangkan dalam bentuk kebijaksanaan keuangan pemerintah daerah merupakan salah satu pemicu
pertumbuhan perekonomian suatu daerah.
Pemberian otonomi yang luas dan
desentralisasi membuka jalan bagi pemerintah untuk melakukan
pengelolaan keuangan daerah yang berorientasi
pada kepentingan publik. Pasal 4 Peraturan pemerintah nomor 105 tahun 2000 tentang
pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah menegaskan bahwa pengelolaan keuangan daerah
harus dilakukan secara tertib, taat
pada peraturan perundang-undangan
yang berlaku, efisien, efektif, transparan
dan bertanggung jawab dengan memperhatikan
asas keadilan dan kepatuhan. Kemampuan daerah dalam mengelola keuangan dituangkan dalam APBD
yang langsung maupun tidak langsung
mencerminkan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai pelaksanaan tugas-tugas
pemerintahan, pembangunan dan pelayanan sosial masyarakat. Evaluasi terhadap pengelolaan keuangan daerah dan
pembiayaan keuangan daerah akan
sangat menentukan nkedudukan suatu pemerintah daerah dalam
rangka melaksanakan otonomi daerah.
Pengukuran kinerja
sangat penting untuk menilai akuntabilitas pemerintah
daerah dalam melakukan pengelolaan keuangan daerah. Akuntabilitas bukan sekedar kemampuan menunjukan bagaimana uang publik dibelanjakan,
akan tetapi meliputi
kemampuan yang menunjukan bahwa uang publik tersebut
telah dibelanjakan secara
ekonomis, efisien, dan efektif.
Akuntansi keuangan
daerah merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang mendapat
perhatian besar dari berbagai pihak semenjak reformasi tahun 1998. Hal tersebut disebabkan oleh adanya kebijakan
baru dari pemerintah Republik Indonesia “mereformasi” berbagai hal, termasuk
pengelolaan keuangan daerah. Reformasi
tersebut awalnya dilakukan dengan mengganti undang-undang Nomor 5 Tahun 1974
tentang pokok-pokok Pemerintahan di Daerah dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun
1999 tentang pemerintahan daerah, dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 yang
menggantikan Undang-undang nomor 32 Tahun 1956 mengenai keuangan Negara dan daerah.
Dalam era otonomi
daerah dan modernisasi, banyak tantangan yang dihadapi oleh suatu daerah. Terlebih bagi Dinas Pendapatan Daerah, yang
senantiasa dituntut untuk memaksimalkan kemampuanya dalam pengelolaan daerah. Tantangan-tantangan akibat perkembangan yang
dihadapi Dinas Pendapatan Daerah dari Pajak Daerah yaitu: meningkatkan jumlah
obyek/subyek Pajak, meningkatnya target Pajak Daerah, meningkatnya kompleksitas
administrasi perpajakan, meningkatnya pengawasan eksternal, meningkatnya
penghindaran pajak yang mengakibatkan piutang pajak semakin meningkat.
Pajak daerah adalah
kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang
bersifat memaksa berdasarkan Undang – undang, yang tidak mendapatkan imbalan
secara langsun dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar – besarnya kemakmuran
rakyat. Dinas Pendapatan Daerah adalah merupakan salah satu dinas yang bertugas
untuk meningkatkan penerimaan, baik ditingkat pusat maupun ditingkat daerah.
Namun di sisi lain, pemerintah daerah juga sedang giat-giatnya berupaya untuk
meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) melalui pemungutan Pajak daerah dan
retribusi daerah.
Dengan perubahan
peraturan perundang-undangan pada Pajak Daerah di tahun 2000, maka ditentukan
empat jenis pajak daerah yang bisa dipungut pemerintah Provinsi Sulawesi
Selatan dalam hal ini Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan
mengelolah beberapa jenis pajak, yaitu: Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik
Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, dan Pajak Air
Permukaan. Pajak kendaraan bermotor saat
ini merupakan pajak yang memberikan hasil paling besar dibandingkan dengan
jenis pajak daerah yang lainnya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang masalah tersebut maka dapat dikemukakan rumusan masalah penelitian ini
yaitu:
“Bagaimana kinerja pengelolaan keuangan Pemerintah
Daerah Provinsi Sulawesi Selatan berdasarkan analisis Rasio Keuangan pada Dinas Pendapatan Daerah
(DISPENDA) Provinsi Sulawesi Selatan”.
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan
penelitian ini adalah, sebagai berikut:
1.
Untuk mengetahui kinerja keuangan pada
Dinas Pendapatan Daerah (Dipenda) Provinsi Sulawesi Selatan.
2.
Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Selatan
dalam membiayai sendiri semua kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari
penelitian ini adalah:
1.
Sebagai bahan masukan bagi Dinas
Pendapatan Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan.
2.
Sebagai bahan informasi yang dapat memberikan
gambaran bagi penelitian lain yang ada kaitannya dengan masalah yang akan
dibahas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Akuntansi
Akuntansi
adalah proses pencatatan, perhitungan, pengidentifikasian, mengukur dan
melepaskan informasi ekonomi dalam suatu instansi / perusahaan sehingga
dimungkinkan adanya penilaian dan
keputusan yang jelas dan tegas bagi mereka yang menggunakan informasi tersebut.
Penggunaan akuntansi yang efektif akan merupakan salah satu cara melakukan
manajemen keuangan yang efektif.
Akuntansi
merupakan bahasa dari bisnis. Setiap perusahaan menerapkannya
sebagai alat komunikasi. Istilah
akuntansi yang dikenal oleh masyarakat umum adalah suatu proses pencatatan
masuk dan keluarnya keuangan baik di perusahaan manufaktur atau perusahaan
dagang (Ahmed Riahi 2006:50).
Dari definisi akuntansi diatas maka, dapat ditarik
suatu kesimpulan: bahwa akuntansi merupakan suatu
sistem yang menghasilkan informasi tentang kondisi suatu perusahaan. Informasi akuntansi yang dihasilkan dalam
bentuknya yang standar adalah berupa laporan keuangan.
Ruang
lingkup akuntansi sebagaimana yang dijelaskan oleh definisi di atas tampak
seperti terbatas. Sebuah prospektif yang
lebih luas dinyatakan dalam definisi yang menggambarkan akuntansi sebagai berikut:
Proses pengindetifikasian, pengukuran, dan pengkomunikasian
Informasi ekonomi sehingga memungkinkan adanya pertimbangan dan pengambilan
keputusan berdasarkan informasi oleh para Pengguna informasi tersebut (Ahmed
Riahi 2006:50).
Dan baru-baru ini,
Akuntansi telah didefinisikan berkaitan dengan konsep dari informasi
kuantitatif. Akuntansi adalah suatu
aktivitas jasa. Fungsinya adalah untuk
memberikan informasi kuantitatif dari entitas ekonomi, terutama yang bersifat
keuangan dan dimaksudkan untuk bermamfaat dalam pengambilan keputusan ekonomi dan
dalam menentukan pilihan diantara serangkaian tindakan-tindakan alternatif yang
ada.
2.2 Tujuan/ Manfaat Akuntansi
Tjuan utama akuntansi
adalahmenyajikan informasi ekonomi dari suatu entitas kepada pihak-pihak yang
berkepentingan. Yang di maksud dengan entitas adalah badan usaha,instansi,
perusahaan dan organisasi yang mempunyai kekayaan sendiri. Informasi ekonomi
yang di hasilkan oleh akuntansi berguna bagi pihak-pihak di dalam organisasi
itu sendiri (internal) maupun pihak-pihak di luar organisasi (eksternal). Pihak
manajemen merupakan contoh pihak informasi dari kalangan internal. Informasi
akuntansi ini oleh manajemen di manfaatkan untuk perencanaan, pengendalian dan
evaluasi aktivitas usaha yang di laksanakan. Dari dari sisi pengguna informasi
dari kalangan eksternal, terbagi menjadi dua yaitu :
1.
Pemakaian eksternal yang berkepentingan
langsun terhadap informasi akuntansi, contoh investor dan kreditor.
2.
Pemakaian eksternal yang tidak
berkepentingan langsun misalnya Analisis Ekonomi, Pegawai dan lembaga-lembaga
pemerintahan. .Soemarso, S.R (2004)
2.3 Pengertian akuntansi keuangan Daerah
Menurut Abdul Halim
(2007:42) “Akuntansi keuangan daerah adalah proses pengidentifikasian,
pengukuran, pencatatan, dan pelaporan transaksi ekonomi dari entitas pemerintah
daerah-pemda yang dijadikan sebagai informasi.”
Menurut Sugianto
(1999:26) mengemukakan bahwa, “akuntansi keuangan daerah merupakan proses
identifikasi dan pengukuran untuk memberikan informasi mengenai transaksi
ekonomi dan keuangan pemerintah kepada pihak eksekuti, legislatif, dan
masyarakat”.
Keuangan daerah menurut Mamesah
(dalam buku Halim, 2004:18) adalah
semua hak dan kewajiban yang
dapat dinilai dengan uang,
demikian pula segala
sesuatu baik berupa uang
maupun barang yang dapat
dijadikan kekayaan daerah
sepanjang belum dimiliki/ dikuasai oleh negara
atau daerah yang lebih tinggi
serta
pihak-pihak lain sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Prinsip-prinsip pengelolaan keuangan daerah tersebut adalah:
1. Transparansi, adalah keterbukaan dalam proses perencanaan, penyusunan dan
pelaksanaananggaran daerah.
2. Akuntabilitas, adalah pertanggungjawaban publik
yang berarti bahwa proses
penganggaran mulai dari perencanaan
atau penyusunan dan pelaksanaan harus benar-benar dapat
dilaporkan dan dipertangggungjawabkan
kepada DPRD.
3. Value for money, berarti diterapkan tiga prinsip dalam proses penganggaran yaitu ekonomi, efisiensi, dan efektifitas
a.
Ekonomi, pembelian barang dan
jasa dengan kualitas tertentu pada
harga terbaik.
b.
Efisiensi, suatu produk atau hasil kerja tertentu dicapai dengan penggunaan sumber daya dan dana yang serendah rendahnya.
c.
Efektifitas, hubungan antar
keluaran (hasil) dengan tujuan atau
sasaran yang hendak dicapai
2.4 Penyusunan Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah
1. Tujuan
Penyusunan Laporan Keuangan
Penyusunan
laporan keuangan memiliki beberapa tujuan, yaitu:
a. Akuntabilitas
Mempertanggungjawabkan
pengelolaan sumber daya serta pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepada
unit organisasi pemerintah dalam rangka pencapaian tujuan yang telah
ditetapkan. Pertanggungjawaban tersebut
di sampaikan melalui laporan keuangan pemerintah secara periodik.
b. Manajerial
Menyediakan
informasi keuangan untuk perencanaan dan pengelolaan keuangan pemerintah serta
mempermudah pengendalian yang efektif atas seluruh aset, hutang dan ekuitas
dana.
c. Transparansi
Menyediakan
informasi keuangan yang terbuka bagi masyarakat dalam rangka mewujudkan
penyelenggaraan pemerintahan yang baik.
2. Prinsip
Penyusunan Laporan Keuangan
Penyusunan setiap laporan keuangan, tak
terkecuali laporan keuangan daerah, harus sesuai dengan beberapa prinsip dasar
yang tercermin dalam sifat serta ciri laporan keuangan tersebut.
Prinsip-prinsip itu adalah:
a. Entitas
(Accounting Entity)
Fokus perhatian akuntansi adalah
entitas atau lembaga tertentu yang akan di laporkan, bukan lembaga lainnya.
b. Pengukuran
(Measurement)
Akuntansi merupakan media
pengukuran sumber-sumber ekonomi (Economic
resources) dan kewajiban (liability).
Akuntansi harus mengukur hasil transaksi dan ukuran yang dipakai adalah unit
moneter.
c. Periode
Waktu (Time Period)
Laporan keuangan menyajikan
informasi untuk suatu waktu atau periode tertentu. Laporan harus memiliki batas
waktu yang jelas.
d. Unit
Moneter (Monetary Unit)
Pengukuran setiap transaksi
dilakukan dalam bentuk nilai atau unit uang.
e.
Accrual
Penentuan pendapatan dan biaya dari
posisi harta dan kewajiban ditetapkan berdasarkan kejadiannya, tanpa melihat
apakah transaksi pembayaran atau penerimaan kas telah dilakukan atau belum.
f. Harga
Pertukaran (Exchange Price)
Nilai dalam laporan keuangan
didasarkan pada harga pertukaran ketika terjadi transaksi.
g. Penaksiran
(Aproximation)
Dalam akuntansi, kita tak dapat
menghindari masalah penaksiran, seperti taksiran umur, taksiran harga,
pemilihan prinsip yang digunakan, dan sebagainya.
h. Pertimbangan
(Judgement)
Dalam menyusun laporan keuangan
diperlukan berbagai pertimbangan berdasarkan keahlian, baik pertimbangan
memilih alternatif prinsip maupun pemilihan cara penyajian laporan keuangan.
i. Bertujuan
Umum (General Purpose)
Informasi dalam laporan keuangan
ditujukan untuk umum, bukan pengguna khusus.
j. Laporan
Terkait (Interrelated Statement)
Neraca, daftar laba/rugi, dan
laporan sumber dan penggunaan kas mempunyai hubungan yang sangat erat dan
saling terkait.
k.
Subtance Over Form
Akuntansi lebih menekankan
kenyataan ekonomis suatu kejadian daripada bukti legal atau formalnya.
l. Materialitas
(Materiality)
Laporan keuangan hanya memuat
informasi yang dianggap penting. Setiap pertimbangan dilakukan dengan tetap
melihat signifikannya secara umum, Indikator materialitas terkait dengan
dampaknya terhadap laporan keuangan.
2.5 Dasar Hukum
Penyusunan laporan keuangan pemerintah daerah diatur
oleh hukum. Dasar hukum yang digunakan
adalah:
a. Undang-undang
No. 2 Tahun 1999 tentang pemerintah daerah
b. Undang-undang
No.25 Tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan
daerah
c. Undang-undang
No.17 Tahun 2003 Tentang keuangan daerah
d. Peraturan
pemerintah No.104 Tahun 2000 tentang dana perimbangan
e. Peraturan
pemerintah No.105 Tahun 2000 tentang pengolahan dan pertanggungjawaban keuangan
daerah
f. Peraturan
pemerintah No.106 Tahun 2000 tentang pengelolaan dan pertanggungjawaban
keuangan daerah dalam rangka pelaksanaan dekonsentrasi dan tugas pembantuan
g. Peraturan
pemerintah No.108 Tahun 2000 tentang tata cara pertanggungjawaban kepala daerah
h. Peraturan
pemerintah No.109 Tahun 2000 tentang kedudukan keuangan daerah
i. Peraturan
pemerintah No.110 Tahun 2000 kedudukan keuangan DPRD
j. Peraturan
pemerintah No.11 Tahun 2001 tentang informasi keuangan daerah
k. Keputusan
menteri dalam negeri No.29 Tahun 2002 pedoman pengurusan, pertanggungjawaban
dan pengawasan keuangan daerah serta tata cara penyusunan anggaran pendapatan
dan belanja daerah, pelaksanaan tata usaha keuangan daerah dan penyusunan
perhitungan anggaran pendapatan dan belanja daerah.
2.6 Penyajian Laporan Keuangan Daerah
Laporan
keuangan harus disajikan dengan menunjukkan perbandingan antara periode
berjalan dengan periode sebelumnya.
Perubahan akuntansi apapun harus tetap diungkapakan dalam laporan
keuangan. Penyusunan laporan keuangan yang baik dan benar sebaiknya mengacu
pada standar akuntansi pemerintah.
Pemerintah dapat mempublikasikan hasil dari laporan keuangan yang telah
diaudit oleh auditor independen untuk memberikan kepastian bahwa laporan
keuangan telah disajikan secara wajar.
2.7 Pengukuran Kinerja Keuangan Daerah
Pada dasarnya pengukuran
kinerja keuangan daerah
menyangkut tiga bidang analisis yang
saling terkait satu
dengan yang lainnya, ketiga bidang
analisis tersebut meliputi:
1.
Analisis penerimaan, yaitu analisis mengenai kemampuan pemerintah daerah dalam menggali sumber-sumber pendapatan yang potensial
2.
Analisis pengeluaran, yaitu analisis
mengenai seberapa besar biaya-biaya dari Suatu
pelayanan publik dan faktor-faktor yang menyebabkan biaya-biaya tersebut meningkat.
3.
Analisis anggaran, yaitu analisis mengenai hubungan antara pendapatan dan Pengeluaran serta kecenderungan
yang diproyeksikan untuk masa depan
2.8 Defenisi Kinerja Dan Penilaian
Kinerja Keuangan
2.7.1.
Defenisi
Kinerja Keuangan
Kinerja adalah tingkat pencapaian dan tujuan perusahaan, tingkat
pencapaian misi perusahaan,
tingkat pencapaian pelaksanaan tugas secara aktual. Kinerja juga dapat
diartikan sebagai prestasi yang dicapai perusahaan dalam suatu periode tertentu
yang mencerminkan tingkat kesehatan perusahaan tersebut (G.Sugiarso dan F. Winarni 2005 : 111)
Kinerja merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang
dapat dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugas sesuai dengan
tanggung jawab yang diberikan
kepadanya. Definisi kinerja menurut Bambang Kusriyanto dalam A.A.
Anwar Prabu Mangkunegara (2005: 9) adalah perbandingan hasil yang dicapai
dengan peran serta tenaga kerja per satuan waktu (lazimnya per jam). Faustino
Cardosa Gomes dalam A.A. Anwar Prabu Mangkunegara, (2005: 9)
Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa
penilaian prestasi kerja (kinerja) adalah penilaian yang dilakukan secara
sistematis untuk mengetahui hasil pekerjaan karyawan dan kinerja organisasi.
Disamping itu, juga untuk menentukan pelatihan kerja secara tepat, memberikan
tanggapan yang lebih baik di masa mendatang dan sebagai dasar untuk menentukan
kebijakan dalam hal promosi jabatan dan penentuan imbalan. Tujuan dari
penilaian prestasi kerja (kinerja) adalah untuk memperbaiki atau meningkatkan kinerja organisasi
dari SDM organisasi. Secara spesifik, tujuan dari evaluasi kinerja sebagaimana
dikemukakan Agus Sunyoto dalam A.A. Anwar Prabu Mangkunegara, (2005: 10)
Kinerja keuangan perusahaan merupakan gambaran
mengenai hasil operasi perusahaan yang terdapat dalam laporan keuangan
perusahaan dalam periode tertentu, dan pada dasarnya merupakan cerminan dari
kinerja manajemen pada periode tersebut. (Widyastuti Pratidina, 2011)
Menurut Erich A. Helfert dalam sebuah artikel online bahwa kinerja keuangan adalah
hasil dari banyak keputusan individu yang dibuat secara terus menerus oleh
manajemen.
Dari beberapa pendapat diatas maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa kinerja keuangan adalah
suatu analisis atau indikator dari baik buruknya keputusan individu yang dibuat
secara berkala dari gambaran mengenai hasil operasi perusahaan yang terdapat
dalam laporan keuangan perusahaan dengan menggunakan aturan-aturan pelaksanaan
keuangan secara baik dan benar .
Menurut Jumingan (2005:239) “Analisis kinerja
keuangan adalah gambaran
prestasi
yang dicapai
dalam operasionalnya, baik menyangkut aspek keuangan, pemasaran, penghimpunan
dan penyaluran dana, teknologi maupun sumber daya manusia.”
Berdasarkan apa yang dinyatakan di atas, kinerja
keuangan merupakan gambaran kondisi keuangan pada suatu periode tertentu baik
menyangkut aspek penghimpunan dana maupun penyaluran dana yang biasanya diukur
dengan indikator kecukupan modal, Likuiditas, dan profitabilitas.
Penilaian aspek penghimpunan dana dan penyaluran
dana merupakan kinerja keuangan yang berkaitan dengan peran lembaga
intermediasi. Adapun penilaian kondisi
likuiditas guna mengetahui seberapa besar kemampuan dalam memenuhi kewajibannya
kapada para deposan.
Menurut Mamduh M. Hanafi dan Abdul Halim (2005:5)
“Analisis laporan terhadap keuangan
suatu perusahaan pada dasarnya karena ingin mengetahui tingkat profitabilitas
dan tingkat risiko atau tingkat kesehatan suatu perusahaan.”
Pekerjaan yang paling mudah dalam analisis keuangan
tentu saja menghitung rasio-rasio keuangan suatu perusahaan. Bahkan dengan tersedianya program-program
komputer, seperti spreadsheet atau
program-program akuntansi, atau program-program yang khusus ditulis untuk
tujuan kinerja keuangan, perhitungan rasio-rasio keuangan menjadi hal yang
mudah dilakukan, dan bisa dilakukan secara rutin. Tantangan analisis bukan melakukan
perhitungan semacam itu, melainkan melakukan analisis dan menginterpretasikan
rasio-rasio keuangan yang muncul.
Menurut Gede Edy Prasetya (2005:5) “ Laporan
keuangan adalah produk manajemen dalam mempertanggungjawabkan (Stewardship) penggunaan sumber daya dan
sumber dana yang dipercayakan kepadanya.”
Materi di dalamnya adalah kegiatan pemerintah dan
sumber daya ekonomis yang dipercayakan.
Laporan keuangan harus mengungkapkan semua itu secara transparan
sehingga mampu menunjukkan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Fungsi laporan keuangan adalah sebagai alat
komunikasi informasi keuangan kepada para pemakai. Standar umum pelaporan keuangan tersebut
merupakan pedoman penyajian informasi dalam laporan keuangan untuk memenuhi
fungsi tersebut.
Secara umum, laporan ini menyediakan informasi
tentang posisi keuangan, kinerja dan arus kas dalam suatu periode. Dalam konteks daerah, laporan ini ditujukan
bagi pengguna laporan keuangan harus tersaji secara wajar, transparan, mudah
dipahami dan dapat dibandingkan dengan tahun sebelumnya ataupun pemerintah
daerah lain.
Menurut Jumingan (2005:240) “Analisis kinerja
keuangan merupakan proses pengkajian secara kritis terhadap keuangan yang
menyangkut review data, menghitung, mengukur, menginterpretasi, dan memberi
solusi terhadap keuangan perusahaan pada suatu periode tertentu.”
2.7.2.
Penilaian
Kinerja Keuangan
Pengukuran kinerja dilakukan oleh perusahaan untuk melakukan perbaikan diatas
kegiatan operasionalnya agar dapat bersaing dengan perusahaan lainnya, bagi
para investor informasi mengenai kinerja perusahaan dapat digunakan untuk
melihat apakah mereka akan mempertahankan investasi mereka di perusahaan
tersebut atau mencari alternatif lain. Penilaiaan terhadap harga saham dapat
digunakan sebagai salah satu cara untuk alat pengukur efisiensi perusahaan.
Jika harga saham mereflesikan seluruh informasi mengenai perusahaan di masa
lalu, sekarang dan di masa mendatang, maka kenaikan harga saham dapat dianggap
sebagai indikasi perusahaan yang efisien.
Penilaian kinerja perusahaan penting dilakukan baik
oleh manajemen, pemegang saham, pemerintah dan pihak lain yang berkepentingan
dan terkait dengan distribusi kesejahteraan diantara mereka. Helfert dan Lidiadni (2003: 36)
mengemukakan bahwa dalam menilai kinerja perusahaan yang paling berkepentingan
adalah pemilik perusahaan dalam hal ini investor, manajer, kreditor, pemerintah
dan masyarakat umum.
2.7.3.
Tujuan Penilaian Kinerja Keuangan
& Manfaat
Penilaian Kinerja
Tujuan
pokok penilaian kinerja menurut Rudianto ( 2006, Hal 311) adalah “untuk
memotivasi karyawan dalam mencapai secara organisasi dan dalam mematuhi standar
perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya agar membuahkan tindakan dan hasil
yang diinginkan.”
Dalam mengukur kinerja keuangan
perlu dikaitkan antara organisasi perusahaan
dengan pusat pertanggungjawaban.
Dalam melihat organisasi perusahaan dapat diketahui besarnya tanggungjawab manajer yang diwujudkan dalam
bentuk prestasi kerja keuangan.
Namun demikian mengatur besarnya tanggungjawab sekaligus
mengukur prestasi keuangan tidaklah mudah sebab ada yang dapat
diukur dengan mudah dan ada pula yang
sukar untuk diukur. Berkaitan dengan
analisis kinerja keuangan mengandung
beberapa tujuan (Jumingan, 2009, p239):
a.
Untuk mengetahui
keberhasilan pengelolaan keuangan perusahaan terutama kondisi
likuiditas, kecukupan modal dan
profitabilitas yang di capai dalam tahun berjalan maupun tahun sebelumnya.
b.
Untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam mendayagunakan
semua aset yang dimiliki dalam menghasilkan profit secara efisien.
Sedangkan
Mulyadi ( 2001, Hal
416 ) menyatakan bahwa : ada lima manfaat penilaian kinerja yaitu sebagai
berikut :
1.
Mengelola operasional organisasi secara
efektif dan efisien melalui pemotivasian karyawan secara maksimal.
2.
Membantu pengambilan keputusan yang
bersangkutan dengan karyawan, seperti promosi, transfer dan pemberhentian.
3.
Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan
pengembangan karyawan dan untuk menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi
program pelatihan karyawan.
4.
Menyediakan umpan balik bagi karyawan
mengenai bagaimana atasan mereka menilai kinerja mereka.
5.
Menyediakan dasar bagi pendistribusian
penghargaan.
2.7.4.
Macam-Macam
Laporan Keuangan
Untuk mengukur kinerja Pengelolaan
Keuangan Pemerintaha, ada beberapa macam laporan keuangan pemerintah
daerah Berdasarkan Undang-undang
keuangan Negara (UUKN) No. 17 Tahun 2003, yaitu:
a.
Laporan Realisasi Anggaran
Laporan realisasi anggaran adalah
laporan yang menggambarkan perbandingan antara anggaran pendapatan dan belanja
dengan realisasinya dalam satu periode tertentu yang menunjukkan ketaatan
terhadap peraturan dan atau ketentuan perundang-undangan.
b.
Neraca
Neraca adalah laporan yang menyajikan
informasi posisi keuangan pemerintah, yaitu aset, hutang dan ekuitas dana pada
suatu periode tertentu.
c.
Laporan Arus Kas
Laporan arus kas adalah Teknik analisis
untuk mengetahui sumber dana yang diperoleh pemerintah daerah dan penggunaannya
selama tahun berjalan. Laporan arus kas
juga merupakan pertanggungjawaban atas pengelolaan kas daerah dan menjadi
tanggung jawab bendahara umum daerah. Laporan arus kas menggambarkan
kegiatan/aktivitas pemerintah dalam mengelola penerimaan dan pengeluaran
keuangan. Laporan arus kas juga
bertujuan untuk menyediakan informasi arus kas masuk dan arus kas keluar untuk
satu periode.
d.
Catatan Atas Laporan Keuangan
Menyajikan informasi tentang kebijakan
fiskal/keuangan, ekonomi makro, pencapaian target APBD dan kendala yang
dihadapi dalam proses tersebut. Catatan
ini juga menyampaikan ikhtisar pencapaian kinerja selama periode tertentu,
kebijakan akuntansi yang digunakan, penjelasan masing-masing perkiraan laporan
keuangan dan informasi tambahan yang diperlukan.
2.7.5.
Kelemahan
Laporan Keuangan
Sebelum melakukan penyusunan ataupun anlisisis, kita perlu memperhatikan
kelemahan laporan keuangan. Setidaknya, setelah mengetahui kelemahan - kelemahan
tersebut, kita menjadi lebih berhati-hati sehingga dapat menghasilkan laporan
keuangan yang berkualitas. Apalagi
analisis didasarkan pada laporan keuangan.
Oleh karena itu, kelemahan laporan keuangan harus selalu diingat agar
tak terjadi kesalahan dalam menyimpulkan hasil analisis.
Kelemahan-kelemahan
tersebut adalah:
a.
Laporan keuangan bersifat umum dan bukan
dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan pihak tertentu. Masing-masing pengguna memiliki kepentingan
yang berbeda. Karena itu, informasi yang disajikan harus dapat digunakan semua
pihak.
b.
Laporan keuangan bersifat historis,
yaitu merupakan laporan atas kejadian yang telah lewat. Karenanya, laporan
keuangan tidak dapat dianggap sebagai laporan mengenai kondisi segala waktu.
c.
Analisis laporan keuangan tidak cukup
hanya dengan melihat angka-angka, akan tetapi juga perlu mencermati aspek lain,
seperti situasi ekonomi, budaya masyarakat, kondisi daerah dan lain-lain.
d.
Objek analisis adalah data historis yang
menggambarkan masa lalu dan kondisi ini bisa berbeda dengan kondisi masa depan.
2.7.6.
Korelasi
Laporan Keuangan
Neraca laporan realisasi anggaran dan
laporan sumber dan penggunaan dana atau laporan arus kas mempunyai hubungan
yang sangat erat. Angka-angka yang ada
di dalamnya saling berkaitan.
Informasi yang terbaca dari laporan
keuangan akan menjadi lebih luas dan dalam ketika pengguna melakukan
analisis. Hubungan suatu perkiraan
dengan perkiraan yang lain dapat menjadi indikator tentang posisi dan prestasi
keuangan suatu daerah serta menunjukkan bukti kebenaran penyusunan laporan
keuangan. Untuk itu, cermati hubungan
antara suatu perkiraan dengan perkiraan lain yang terdapat dalam laporan
keuangan. Kita bahkan bisa mengaitkannya
dengan fenomena ekonomi yang sedang berlangsung.
2.9 Analisis Rasio Keuangan
Analisis rasio keuangan
pad APBD dilakukan dengan membandingkan
hasil yang dicapai dari
satu periode dibandingkan dengan periode
sebelumnya sehingga dapat diketahui bagaimana kecenderungan yang terjadi. Selain
itu dapat pula dilakukan dengan cara membandingkan dengan rasio keuangan daerah
lain yang terdekat ataupun yang potensi
daerahnya relatif sama untuk dilihat
bagaimana posisi rasio keuangan
pemerintah tersebut
terhadap pemerintah daerah lainnya.
Adapun pihak-pihak yang berkepentingan dengan rasio keuangan pada
APBD ini adalah:
1.
DPRD sebagai wakil dari
pemilik daerah (masyarakat).
2.
Pihak eksekutif sebagai landasan dalam menyusun APBD berikutnya.
3.
Pemerintah
pusat/ propinsi sebagai bahan masukan dalam pembinaan pelaksanaan pengelolaan
keuangan daerah.
4.
Masyarakat
dan kreditur, bersedia memberi pinjaman ataupun
membeli obligasi
1.13.1.
Rasio Kemandirian Keuangan Daerah
Rasio
kemandirian menggambarkan ketergantungan daerah terhadap sumber dana ekstern. Semakin
tinggi rasio kemandirian
mengandung arti bahwa tingkat ketergantungan daerah terhadap
bantuan pihak ekstern
(terutama
pemerintah pusat dan provinsi) semakin rendah dan demikian
pula sebaliknya. Rasio kemandirian juga menggambarkan tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah. Semakin tinggi rasio kemandirian, semakin tinggi
partisipasi masyarakat dalam membayar
pajak dan retribusi daerah akan menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat yang tinggi.
1.13.2.
Rasio Efektifitas Pendapatan Asli Daerah
Rasio efektivitas menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam merealisasikan pendapatan
asli daerah yang
direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah. Kemampuan
daerah dikatakan efektif apabila rasio yang dicapai
minimal 1 (satu) atau 100
persen. Namun semakin tinggi rasio
efektifitas, menggambarkan kemampuan
daerah yang semakin tinggi.
1.13.3.
Rasio Aktifitas
Rasio ini menggambarkan bagaimana
pemerintah
daerah
dalam
memprioritaskan alokasi
dananya pada belanja rutin
dan belanja pembangunan secara optimal. Semakin tinggi persentase
dana yang dialokasikan untuk belanja rutin
berarti persentase
belanja investasi
(belanja pembangunan) yang
digunakan untuk menyediakan sarana dan prasarana
ekonomi masyarakat cenderung semakin kecil.
1.13.4.
Rasio Pengelolaan Belanja
Rasio
pengelolaan
belanja
menunjukan
bahwa kegiatan
belanja
yang dilakukan oleh pemerintah daerah
memiliki ekuitas antara periode yang positif
yaitu belanja yang dilakukan
tidak
lebih
besar
dari
total
pendapatan
yang
diterima
pemerintah daerah. Rasio
ini menunjukan adanya surplus atau
defisit anggaran. Surplu atau defisit yaitu selisih lebih/kurang
antara pendapatan dan belanja
selama satu
periode laporan.
1.13.5.
Rasio Pertumbuhan
Rasio pertumbuhan
(growth ratio) mengukur seberapa
besar kemampuan Pemerintah daerah
dalam mempertahankan dan
meningkatkan keberhasilannya yang
telah dicapai dari periode ke periode berikutnya. Dengan diketahuinya pertumbuhan
untuk
masing-masing
komponen
sumber
pendapatan
dan
pengeluaran,
dapat
digunakan untuk
mengevaluasi potensi-potensi mana yang perlu
mendapat perhatian.
2.10
Kelemahan Analisis Rasio
Meski
cukup sering digunakan dalam analisis laporan keuangan, kita perlu menyadari
kelemahan analisis rasio. Kelemahan
analisis rasio pada umumnya terkait dengan faktor
karakteristik laporan keuangan itu sendiri.
Analisis rasio sangat rentan terhadap kesalahan. Hal ini disebabkan oleh
kenyataan bahwa data dalam analisis rasio berasal dari data akuntansi yang juga
memiliki kelemahan tersendiri, misalnya mengandung data manipulasi dan
kesalahan. Saat melakukan analisis,
pengguna juga harus selalu ingat bahwa laporan keuangan tidak menggambarkan
perubahan nilai uang dan tenaga belinya.
Selain itu, laporan keuangan memiliki kemungkinan mengandung window dressing dan income smoothing yang perlu diwaspadai. Jadi dalam menilai baik buruk suatu rasio,
analis harus hati-hati.
2.11
Koreksi Kesalahan
Kesalahan
dalam penyusunan laporan keuangan
pada satu atau beberapa periode sebelumnya mungkin baru ditemukan pada periode
berjalan. Kesalahan mungkin timbul dari
keterlambatan penyampaian bukti transaksi anggaran oleh pengguna anggaran,
kesalahan perhitungan matematis, kesalahan dalam penerapan standar kebijakan
akuntansi, kesalahan interprestasi fakta, kecurangan atau kelalaian.
Kesalahan
ditinjau dari sifat kejadiannya dikelompokkan dalam dua jenis:
1.
Kesalahan tidak berulang adalah
kesalahan yang diharapkan tidak akan terjadi kembali.
Kesalahan
ini dikelompokkan dalam dua jenis:
a. Kesalahan
tidak berulang yang terjadi pada periode berjalan
b. Kesalahan
tidak berulang yang terjadi pada periode sebelumnya.
2.
Kesalahan berulang dan sistematik adalah
kesalahan yang disebabkan oleh sifat alamiah (normal) dari jenis-jenis
transaksi tertentu yang diperkirakan akan terjadi berulang. Setiap kesalahan harus dikoreksi segera
setelah diketahui agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari. Selain itu, para pengguna perlu membandingkan
laporan keuangan suatu entitas pelaporan dari waktu ke waktu untuk mengetahui
kecendrungan posisi keuangan, kinerja dan arus kas. Oleh karena itu, kebijakan akuntansi yang
digunakan harus diterapkan secara konsisten pada setiap periode.
2.12
Kerangka Pikir
Dinas Pendapatan Daerah
Prov. Sul – Sel
|
Kinerja Keuangan
|
Metode Analisis:
1. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah
2. Rasio Efektifitas Pendapatan Asli Daerah
3. Rasio
Aktifitas
4. Rasio Pengelolaan Belanja
5. Rasio Pertumbuhan
|
Feed
Back
Kinerja Keuangan Yang Efektif
|
Keterangan
Kerangka Pikir:
Instansi
Dinas Pendapatan Daerah sebagai Satuan Kerja Daerah (SKPD) Pemerintah Provinsi
Sulawesi Selatan yang diberikan kewenangan mengamban tugas di bidang
Pendapatan, sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah, dimana Pemerintah Daerah mempunyai hak mengelola
Pendapatan Daerah, antara Iain memungut Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,
mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan Sumber Daya Alam dan Sumber Daya
Lainnya yang barada di Daerah, mendapatkan sumber-sumber pendapatan yang sah
guna pambiayaan kegiatan Pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. Maka
Pemerintah Daerah menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan
keuangan pada dasarnya merupakan kinerja pengelolaan keuangan yang dilakukan
terhadap berbagai macam informasi yang tersaji dalam laporan keuangan.
Analisis
kinerja pengelolaan keuangan merupakan gambaran prestasi yang dicapai dalam
operasionalnya. Untuk mengukur kinerja
keuangan metode analisis yang digunakan adalah analisis Rasio Kemandirian
Keuangan Daerah, Rasio Efektifitas Pendapatan Asli Daerah, Rasio Aktifitas, Rasio Pengelolaan Belanja, dan Rasio Pertumbuhan guna untuk mencapai kinerja
pengelolaan keuangan yang efektif.
2.13
Hipotesis
Hipotesis
yang penulis ajukan penelitian ini adalah Diduga bahwa kinerja pengelolaan
keuangan yang digunakan pada Dinas pendapatan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan
sudah Efektif.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1.
Lokasi
Dan Waktu Penelitian
Penelitian
ini akan dilaksanakan pada Dinas Pendapatan Daerah (Dipenda) Provinsi Sulawesi
Selatan yang beralokasi di Jl. Andi Pangeran Petta Rani No. 1
Makassar, Sul-Sel
Sedangkan
waktu pelaksanaan penelitian diperkirakan berlangsung selama dua bulan, mulai
November sampai Januari 2012-2013.
3.2.
Metode
Pengumpulan Data
Adapun teknik
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Observasi, yaitu pengumpulan data dengan
cara mengadakan pengamatan secara langsung dilokasi untuk memperoleh data yang
akurat.
2.
Wawancara, yaitu cara pengumpulan data
dengan mengajukan pertanyaan secara langsung pada pimpinan dan karyawan pada
Dinas Pendapatan Daerah (Dipenda) Provinsi Sulawesi Selatan.
3.
Kepustakaan adalah metode yang digunakan
dengan cara mengumpulkan beberapa data tertulis baik berasal dari buku-buku,
literature, internet dan catatan dari kantor.
3.3.
Jenis
Dan Sumber Data
1.
Jenis Data
Adapun jenis data yang
digunakan adalah:
a.
Data kualitatif, yaitu data yang
diperoleh dari Instansi dalam bentuk informasi baik secara lisan maupun tulisan
yang berkaitan dengan masalah.
b.
Data kuantitatif, yaitu data yang
diperoleh dari Instansi yang berupa data dalam bentuk angka-angka.
2.
Sumber Data
Adapun sumber data yang
digunakan adalah:
a.
Data primer, yaitu data yang diperoleh
secara langsung dari Instansi melalui
hasil pengamatan dan wawancara dengan pimpinan dan karyawan.
b.
Data sekunder, yaitu data yang diperoleh
dari luar Instansi seperti karya tulis/artikel yang ada hubungannya dengan
masalah yang dibahas.
3.4.
Teknik
Analisis Data
Analisa data yang
digunakan dalam penelitian ini melalui
tahap–tahap sebagai berikut:
1.
Rasio Kemandirian keuangan daerah
Rasio
kemandirian menggambarkan ketergantungan daerah terhadap sumber dana ekstern. Semakin tinggi rasio kemandirian daerah,
tingkat ketergantungan terhadap bantuan pihak ekstern (terutama pemerintah
pusat dan provinsi) semakin rendah, dan sebaliknya.
Rasio
Kemandirian
Rasio
ini juga menggambarkan tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah.
Semakin tinggi rasio kemandirian, semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam
membayar pajak dan retribusi daerah serta menggambarkan tingkat kesejahteraan
masyarakat yang semakin tinggi
2.
Rasio Efektifitas Pendapatan Asli Daerah
Rasio
efektifitas menggambarkan kemampuan Pemda dalam merealisasikan PAD yang
direncanakan dibandingkan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil
daerah. Kemampuan daerah dalam menjalankan tugas dikategorikan efektif apabila
rasio yang dicapai minimal sebesar 1 (satu) atau 100 persen. Semakin tinggi rasio efektivitas
menggambarkan kemampuan daerah yang semakin baik.
Rasio
Efektifitas =
3.
Rasio Pertumbuhan
Rasio
pertumbuhan (growth ratio) mengukur
seberapa besar kemampuan Pemda dalam mempertahankan dan meningkatkan
keberhasilan yang telah dicapai dari periode ke periode berikutnya. Dengan
mengetahui pertumbuhan masing-masing komponen sumber pendapatan dan
pengeluaran, maka dapat dilakukan evaluasi terhadap potensi-potensi daerah yang
perlu mendapat perhatian. Semakin tinggi
persentase pertumbuhan setiap komponen pendapatan dan pengeluaran, maka semakin
besar kamampuan Pemda dalam mempertahankan dan meningkatkan keberhasilan yang
dicapai dari setiap periode.
Pertumbuhan
PAD =
4.
Rasio Efisiensi
Untuk
memperoleh ukuran yang lebih baik, rasio efektifitas perlu dibandingkan dengan
rasio efisiensi yang dicapai pemerintah. Rasio efisiensi menggambarkan
perbandingan antara besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan
dengan realisasi pendapatan yang diterima. Kinerja pemerintah daerah dikatakan
efisien apabila rasio yang dicapai kurang dari 1 (satu) atau dibawah l00
persen. Semakin kecil rasio efisiensi
menggambarkan kemampuan daerah yang semakin baik
Rasio
Efisiensi =
5.
Rasio Perhitungan Anggaran
Rasio
ini menunjukkan pencapaian target selama satu tahun anggaran. Tingkat pencapaian target ini mencerminkan
tingkat efektivitas pemerintah daerah dalam menghasilkan output. Rasio ini mengukur kemampuan pemerintah
daerah untuk membiayai pengeluarannya dari pendapatan yang diterima (Gede Edy Prasetya 2005:51).
Rasio
Pendapatan-Belanja
Rasio ini bertujuan menjaga keamanan kondisi keuangan daerah untuk membiayai belanja operasi pemerintah
daerah. Dengan demikian, pemerintah
daerah tak perlu terlalu tergantung pada pendapatan dana perimbangan dan
pendapatan sah lainnya. Perkiraan ini
bisa digunakan/dialokasikan untuk membiayai belanja modal bagi suatu daerah.
6. Membandingkan dan menganalisis rasio keuangan
masing-masing periode yang telah dihitung berdasarkan
perhitungan rasio keuangan pada tahap sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmed
Riahi 2006:50, Teori Akuntansi. Edisi
kelima, Terjemahan Ahmed Riahi,
Jakarta: Salemba Empat.
Soemarso,
S.R 2004, Teori Akuntansi. Buku
satu, Jakarta: Salemba Empat.
Menurut
Sugianto, 1999:26, Akuntansi Biaya.
Jakarta: Graha Ilmu.
G.Sugiarso dan F. Winarni 2005 : 111, Akuntansi Biaya. Jakarta: Graha Ilmu.
Halim,
Abdul. 2007, Akuntansi Keuangan Daerah. Edisi ketiga, Jakarta: Salemba Empat.
Hanafi,
Mamduh M. dan Abdul Halim. 2005, Analisis
Laporan Keuangan. Edisi kedua, Yogyakarta: UUP AMP YKPN.
Jumingan. 2005:5 Teori Akuntansi. Edisi kelima, Surakarta: Bumi Aksara.
Jumingan. 2005:240, Teori Akuntansi. Edisi kelima, Surakarta: Bumi Aksara.
Prasetya,
Edy Gede. 2005, Penyusunan dan Analisis Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah.
Jakarta: Andi.
Erich
A. Helfert. 2004, Pengantar Akuntansi. Buku satu, Edisi kelima, Jakarta: Salemba
Empat.
Helfert
dan Lidiadni 2003: 36, Sistem
Informasi Akuntansi. Yogyakarta:
Andi.
Rudianto
2006:311. 2005, Analisis
Laporan Keuangan. Buku satu, Edisi kedelapan, Jakarta: Salemba
Empat.
____________________________________________. 2005, Analisis Laporan Keuangan. Buku dua, Edisi kedelapan,Jakarta: Salemba
Empat.
Agus Sunyoto, A.A.
Anwar Prabu Mangkunegara. 2005, Evaluasi Kinerja SDM. Refika Aditama Bandung.
Mangkunegara, Anwar Prabu. 2004 Manajemen Sumber Daya Manusia, Bandung:
Penerbit PT, Remaja Rosdakarya.
Gede Edy Prasetya 2005:51, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: Penerbit Andi Offset,
Mulyadi 2001:416, Analisis
Laporan Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah, Edisi Kedua: Penerbit BPFE-UGM, Yogyakarta,